Imigran Afghan Pelaku Penembakan Tentara Garda Nasional AS Mantan Pekerja CIA, Apa Motifnya?
WASHINGTON, iNews.id - Penembakan terhadap dua tentara Garda Nasional di dekat Gedung Putih mengguncang Amerika Serikat (AS). Bukan hanya karena lokasinya di ring 1 kekuasaan, tapi juga pelakunya, Rahmanullah Lakanwal (29), imigran Afghanistan pernah bekerja untuk pasukan elite AS dan badan intelijen CIA.
Kejadian ini memicu pertanyaan besar tentang keamanan nasional dan proses pemeriksaan latar belakang agen asing.
Serangan yang terjadi Rabu (26/11/2025) itu menewaskan satu personel Garda Nasional, sementara satu lainnya kritis. Insiden berlangsung hanya beberapa blok dari Gedung Putih, memaksa peningkatan keamanan di pusat pemerintahan AS.
Dari Mitra CIA Menjadi Ancaman
Fakta bahwa pelaku adalah seseorang yang pernah bekerja sama dengan lembaga intelijen paling kuat di dunia membuat kasus ini semakin kompleks. Selama bertahun-tahun, CIA dan pasukan elite AS mempekerjakan warga Afghanistan sebagai penerjemah, pemandu, dan mitra operasi selama perang melawan Taliban.
Namun berbaliknya peran Rahmanullah, dari sekutu menjadi pelaku serangan, menimbulkan pertanyaan, apa yang membuat seseorang yang pernah dipercaya mengawal misi sensitif, kini mengangkat senjata melawan tentara AS?
Hingga kini motif Rahmanullah masih gelap.
“Siapa yang tahu apa motifnya, tapi apa yang dia lakukan sungguh mengerikan,” kata Presiden Donald Trump, dalam percakapan telepon Thanksgiving dengan personel militer, Jumat (28/11/2025).
Trump bahkan menyebut insiden tersebut sebagai ancaman terorisme.
Celakanya Pemeriksaan Latar Belakang?
Rahmanullah pindah ke AS pada September 2021, tahun penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Stasiun televisi NBC melaporkan, dia baru menerima status suaka pada awal 2025.
Fakta ini mendorong banyak pihak mempertanyakan bagaimana pemeriksaan latar belakang (vetting) dilakukan, terutama bagi mereka yang pernah bekerja untuk lembaga sensitif seperti CIA.
Apakah ada tanda-tanda bahaya yang terlewat? Ataukah dia membawa trauma pascaperang yang tidak pernah ditangani?
Jaksa Agung AS Pam Bondi menegaskan pelaku akan dituntut hukuman mati jika dakwaan pembunuhan terbukti. Saat ini Rahmanullah menghadapi tiga tuduhan penyerangan setelah menyerang korban dengan revolver Smith & Wesson.
Keterkejutan Washington dan Spekulasi Publik
Trump menyebut serangan ini bisa terkait dengan efektivitas Garda Nasional yang mempersempit ruang gerak pelaku kriminal di Washington DC. Namun belum ada bukti konkret yang mendukung asumsi tersebut.
“Ini ancaman terorisme, dan dilakukan karena mereka sangat efektif,” kata Trump.
Pernyataan ini memicu perdebatan politik antara kubu yang menganggap insiden ini sebagai bukti ancaman besar dari imigran berisiko tinggi, dan kubu lain yang menilai komentar Presiden terlalu dini tanpa hasil investigasi jelas.
Misteri yang Belum Terjawab
Dengan satu korban tewas, satu terluka kritis, dan pelaku yang memiliki sejarah unik dalam jaringan intelijen AS, investigasi FBI diperkirakan akan berfokus pada:
Sementara publik menuntut jawaban, kasus ini membuka kembali diskusi mengenai bagaimana AS menangani imigran dari zona perang, terutama mereka yang pernah bekerja dalam operasi sensitif.
Penembakan dekat Gedung Putih ini bukan hanya tragedi, tapi juga cermin retaknya sistem yang selama ini dianggap kokoh. Misteri seputar Rahmanullah Lakanwal mungkin membutuhkan waktu lama untuk terkuak—namun satu hal pasti, Washington kini tidak bisa lagi mengabaikan risiko yang mungkin datang dari mereka yang dulu dianggap sekutu.
Editor: Anton Suhartono