Indonesia Sahkan RKUHP Jadi UU, AS Pantau dengan Cermat Penerapannya
WASHINGTON, iNews.id - Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang (UU), Selasa (6/12/2022), menjadi perhatian Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam akan memantau penerapannya karena juga berlaku bagi warga asing yang tinggal di Indonesia.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengungkapkan keprihatinan soal kemungkinan UU tersebut akan berpengaruh terhadap pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) serta kebebasan mendasar.
Selain itu pihaknya memantau dengan cermat dampak penerapan UU yang baru terhadap warga AS yang berkunjung maupun tinggal di Indonesia.
"Kami juga prihatin tentang bagaimana undang-undang tersebut bisa berdampak (kepada) warga AS yang berkunjung dan tinggal di Indonesia serta iklim investasi untuk perusahaan AS," katanya.
Meski demikian Price menegaskan, Indonesia merupakan mitra demokrasi AS yang berharga.
"Kami berusaha untuk bekerja sama dengan Indonesia melawan kebencian dan intoleransi,” tuturnya, dalam pengarahan di Washington DC, sebagaimana dilaporkan Reuters, Rabu (17/12/2022).
Sebelumnya Duta Besar AS untuk Indonesia Sung Kim mengatakan pengesahan ini bisa berdampak pada berkurangnya investasi asing, pariwisata, serta kunjungan.
“Mengkriminalisasi keputusan pribadi seseorang akan terlihat jelas dalam matriks keputusan banyak perusahaan yang menentukan apakah akan berinvestasi di Indonesia,” ujarnya.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan RKUHP menjadi UU dalam sidang pada Selasa. UU tersebut turut menjadi perhatian Komnas HAM, terutama sejumlah pasal.
Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mencontohkan pelanggaran HAM berat dalam UU tersebut diadopsi dari UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Prinsip dan asas dalam pelanggaran HAM berat versi RKUHP sama dengan tindak pidana biasa.
"Kami melihat di sini sebetulnya tidak tepat pelanggaran berat ini normanya ditaruh ke bab tindak pidana khusus. "Kenapa? Ada beberapa alasan yang sudah kami ungkapkan. Dalam pelanggaran HAM berat dikenal sebagai asas retroaktif dan juga prinsip tidak mengenal kedaluwarsa. Ini ada dalam UU 26 Tahun 2000," ujar pria yang akrab disapa Uli itu.
Artinya, lanjut dia, dengan tak adanya asas retroaktif atau tidak mengenal kedaluwarsa, maka 15 kasus pelanggaran HAM yang saat ini diselidiki Komnas HAM bisa dianggap tidak ada.
Editor: Anton Suhartono