Israel Bakal Caplok Tepi Barat sebagai Pembalasan Rencana Negara Barat Akui Palestina
TEL AVIV, iNews.id - Israel tengah mempertimbangkan untuk mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat, demikian keterangan tiga sumber pejabat negara Yahudi itu kepada CNN. Langkah tersebut merupakan salah satu pembalasan Israel atas rencana pengakuan negara Palestina oleh Prancis, Australia, Kanada, Portugal, dan Inggris pada Sidang Majelis Umum PBB bulan ini.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan telah melakukan diskusi awal membahas masalah ini pada pekan lalu. Meski demikian Kabinet Keamanan Israel belum membahasnya secara rinci serta belum ada keputusan yang dibuat.
Israel merebut Tepi Barat dari Yordania dalam perang 1967 dan mulai membangun permukiman Yahudi di sana setelahnya. Keputusan itu bertentangan dengan hukum internasional.
Palestina menginginkan Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza sebagai bagian negaranya di masa depan.
Para pejabat Israel mengatakan Netanyahu sedang mempertimbangkan beberapa skala dan tingkat opsi aneksasi, mulai dari pengambilalihan terbatas beberapa permukiman Yahudi hingga pendekatan lebih luas yang menyerukan pencaplokan Area C, mencakup 60 persen wilayah tersebut.
Serangkaian perjanjian damai antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada 1990-an, dikenal sebagai Perjanjiam Oslo membagi Tepi Barat menjadi Area A, B, dan C. Area C sepenuhnya berada di bawah kendali administratif dan keamanan Israel.
Menteri Luar Negeri (Menlu).Israel Gideon Saar juga telah memberi informasi terbaru kepada mitranya dari Amerika Serikat (AS) Marco Rubio mengenai rencana pencaplokan tersebut dalam pertemuan pekan lalu. Namun, seorang sumber pejabat Israel lainnya mengatakan kepada CNN, rencana tersebut belum mendapat lampu hijau dari AS.
Salah satu opsi utama yang sedang dipertimbangkan adalah mencaplok Lembah Yordan, sebidang tanah di sebelah timur Tepi Barat yang membentang di sepanjang Sungai Yordan.
Para pejabat mengatakan publik Israel mendukung usulan tersebut seraya menambahkan akan lebih mudah meyakinkan AS serta komunitas internasional bahwa pencaplokan wilayah itu demi kepentingan keamanan negaranya.
Editor: Anton Suhartono