ANKARA, iNews.id - Irlandia termasuk salah satu negara yang vokal mengkritik serangan Israel ke Jalur Gaza. Anggota parlemen Irlandia Gino Kenny bahkan mengatakan Israel seharusnya tak bisa lolos lagi dari tuduhan pembunuhan setelah agresi selama 75 tahun terakhir.
Kenny menegaskan Israel harus dimintai pertanggungjawaban atas semua kejahatan, bukan hanya perang terakhir yang berhenti setelah gencatan senjata pada 21 Mei.
Turki Bantu Bebaskan 200 Warga Sipil yang Terjebak di Terowongan Gaza
“Israel harus bertanggung jawab atas kejahatan yang mereka lakukan. Bukan hanya dalam 2 pekan terakhir, tapi selama 75 tahun terakhir. Mereka harus menghadapi pertanggungjawaban karena lolos dari (tuduhan) pembunuhan," kata politikus yang dikenal pro-Palestina itu, kepada Anadolu, dikutip Minggu (30/5/2021).
Dia juga memuji sikap pemerintah Irlandia soal isu Palestina. Baru-baru ini Irlandia menjadi negara Uni Eropa pertama yang mengeluarkan resolusi, menyebut agresi Israel ke Palestina sebagai aneksasi de facto.
Ratusan Musisi Top Internasional Serukan Boikot Israel, Ada Julian Casablancas dan Serj Tankian
“Sekarang, kita semua tahu bahwa ini telah berlangsung selama beberapa dekade, aneksasi dan pendudukan. Jadi, kami menyambut baik pemerintah telah menyatakan ini adalah kebijakan Israel," kata Kenny.
Dia menegaskan, ada dukungan sangat besar dari Irlandia kepada Palestina, mendapatkan hak untuk menentukan nasib sendiri.
Media Israel Dipuji karena Rilis Foto 67 Anak Gaza yang Meninggal, Sindiran bagi Pemerintah
“Jelas, masalah Palestina selalu sangat dekat di hati kebanyakan warga kami. Kami memahami apa yang mereka alami saat kami, setiap hari dan setiap pekan, melihat berbagai jenis kebrutalan," tuturnya.
Kenny menyerukan agar lebih banyak negara Eropa mengikuti Irlandia. Dia mengecam Uni Eropa karena diam melihat kebrutalan Israel terhadap Palestina, berbeda dengan kehebohan insiden 'pembajakan' pesawat Ryanair oleh Belarusia.
Setidaknya 288 warga Palestina, di Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk 69 anak-anak, tewas dalam serangan baru-baru ini. Selain itu lebih dari 1.900 lainnya terluka.
Editor: Anton Suhartono