Israel Sita 1,8 Juta Meter Persegi Lahan Palestina, Warga Hanya Diberi Waktu 14 Hari
TEL AVIV, iNews.id - Warga Palestina di Tepi Barat bagian tengah menghadapi masa yang paling mencemaskan. Pemerintah Israel memberi waktu hanya 14 hari bagi pemilik lahan untuk mengajukan keberatan atas rencana penyitaan tanah seluas 1,8 juta meter persegi, salah satu penyitaan terbesar dalam beberapa dekade terakhir.
Di Sebastia dan Desa Burqa, tempat ribuan pohon zaitun tumbuh dan pariwisata menjadi tulang punggung ekonomi, kabar penyitaan ini datang seperti petir di siang bolong.
Banyak keluarga mengaku tidak tahu harus menempuh langkah apa. Birokrasi yang rumit, akses hukum yang terbatas, serta seringnya keberatan mereka diabaikan membuat tenggat 2 minggu itu terasa seperti jebakan.
Kejar-kejaran Waktu yang Tak Seimbang
Pemilik tanah kini harus berjuang menyiapkan dokumen, bukti kepemilikan, dan argumen hukum dalam waktu yang sangat singkat. Padahal, proses yang sama dari pihak Israel telah disiapkan berminggu-minggu sebelumnya.
“Bagaimana kami bisa menyelamatkan tanah kami dalam hanya 14 hari, sementara mereka merencanakan penyitaannya selama berbulan-bulan?” kata salah satu penduduk Sebastia.
Ketimpangan prosedural ini memperlihatkan betapa timpangnya posisi Israel dan Palestina dalam sengketa lahan, terutama ketika keputusan sepenuhnya ditentukan oleh otoritas Israel.
Ancaman Kehilangan Mata Pencarian
Penyitaan ini mencakup area kebun zaitun produktif, sebagian merupakan sumber pendapatan satu-satunya bagi keluarga Palestina. Sebastia yang dikenal sebagai kawasan wisata sejarah juga terancam kehilangan pengunjung jika akses dikendalikan oleh otoritas Israel dengan alasan pengelolaan situs arkeologi.
Bagi warga, hilangnya lahan berarti hilangnya masa depan. Banyak yang mulai menimbang kemungkinan migrasi atau meninggalkan desa, sesuatu yang mereka hindari selama puluhan tahun konflik.
Dalih Arkeologi Jadi Senjata Hukum Baru
Israel menyebut lahan itu diperlukan untuk mengembangkan situs arkeologi. Namun setelah Knesset mengesahkan undang-undang 2024 yang memperluas wewenang Otoritas Purbakala Israel ke seluruh Tepi Barat, banyak pihak menilai dalih arkeologi kini digunakan sebagai alat legal untuk memperluas kontrol teritorial.
Bagi warga Palestina, keputusan ini bukan hanya soal sejarah, melainkan strategi baru yang membungkus ekspansi wilayah dalam balutan sains dan pelestarian budaya.
Editor: Anton Suhartono