Jelang Idul Adha, Taliban Klaim Selamatkan Perempuan dari Penindasan Tradisional
KABUL, iNews.id - Taliban mengklaim telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk perbaikan kehidupan perempuan di Afghanistan. Pemerintah berupaya menyelamatkan perempuan dari banyak penindasan tradisional, termasuk kawin paksa.
Pernyataan ini disampaikan Pemimpin tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada, Minggu (25/6/2023) menjelang Hari Raya Idul Adha. Dia menyatakan, di bawah pemerintahan Imarah Islam, langkah-langkah konkret telah diambil untuk menyelamatkan perempuan dan hak-hak Syariah mereka telah dilindungi.
"Selain itu, langkah-langkah yang diperlukan telah diambil untuk kemajuan perempuan sebagai bagian dari masyarakat untuk memberi mereka kehidupan yang nyaman dan sejahtera menurut Syariat Islam,” katanya.
Rilis itu didistribusikan dalam lima bahasa: Arab, Dari, Inggris, Pashto dan Urdu. Akhundzada mengatakan, aspek negatif dari pendudukan 20 tahun sebelumnya terkait dengan pemakaian jilbab oleh perempuan dan kesesatan akan segera berakhir.
“Status perempuan sebagai manusia yang merdeka dan bermartabat telah dipulihkan. Semua lembaga wajib membantu perempuan dalam mengamankan perkawinan, hak waris dan hak lainnya,” tambahnya.
Akhundzada kembali menegaskan, agar negara lain berhenti mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan. Pemerintah Taliban menginginkan hubungan politik dan ekonomi yang baik dengan dunia, terutama dengan negara-negara Islam, dan telah memenuhi tanggung jawabnya dalam hal ini.
Dia juga mengutuk perilaku Israel terhadap Palestina, meminta rakyat dan pemerintah Sudan untuk mengesampingkan perbedaan mereka dan bekerja sama untuk persatuan dan persaudaraan.
Akhundzada merupakan cendekiawan Islam yang jarang muncul di depan umum atau meninggalkan jantung Taliban di Provinsi Kandahar. Dia dikelilingi ulama lain dan sekutu yang menentang pendidikan dan bekerja untuk perempuan.
Akhir-akhir ini, Akhundzada tampaknya mengambil peran yang lebih kuat dalam mengarahkan kebijakan dalam negeri, melarang pendidikan anak perempuan setelah kelas enam. Taliban juga melarang perempuan Afghanistan dari kehidupan dan pekerjaan publik, terutama untuk organisasi nonpemerintah dan PBB.
Terlepas dari janji awal pemerintah untuk lebih moderat daripada selama masa kekuasaan mereka sebelumnya pada 1990-an, Taliban telah memberlakukan tindakan keras sejak merebut Afghanistan pada Agustus 2021 ketika pasukan AS dan NATO menarik diri.
Mereka telah melarang perempuan berada di ruang publik, seperti taman dan pusat kebugaran, dan menindak kebebasan media. Langkah-langkah tersebut telah memicu kegemparan internasional. Sanksi internasional meningkat di saat ekonomi Afghanistan runtuh dan memperburuk krisis kemanusiaan.
Editor: Umaya Khusniah