Kazakhstan Ikuti Jejak UEA dan Maroko, Gabung Klub Negara Muslim Pro-Israel
WASHINGTON, iNews.id - Langkah diplomatik besar dilakukan Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev. Negara Asia Tengah itu akan menormalisasi hubungan penuh dengan Israel melalui Perjanjian Abraham yang dimediasi langsung Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Trump mengumumkan kabar tersebut pada Jumat (7/11/2025), usai percakapan telepon antara Tokayev dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dalam pernyataannya, Trump menyebut Kazakhstan sebagai negara pertama yang bergabung dalam Perjanjian Abraham di masa jabatan keduanya.
“Saya baru saja menggelar percakapan telepon yang luar biasa antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dari Israel dengan Presiden Kassym-Jomart Tokayev dari Kazakhstan,” kata Trump, dikutip dari Sputnik, Sabtu (8/11/2025).
Menurut Trump, keputusan Kazakhstan menandai langkah maju besar dalam membangun jembatan perdamaian di seluruh dunia. Dia juga berharap sejumlah negara lain akan segera mengikuti jejak serupa.
Gabung Klub Negara Muslim Pro-Israel
Dengan bergabungnya Kazakhstan, kini semakin banyak negara berpenduduk mayoritas Muslim yang menjalin hubungan diplomatik terbuka dengan Israel. Sebelumnya, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko lebih dulu menandatangani Perjanjian Abraham yang diinisiasi Trump sejak periode pertamanya memimpin Gedung Putih.
Langkah Tokayev dinilai menegaskan posisi Kazakhstan sebagai negara Muslim moderat yang mementingkan stabilitas geopolitik dan kerja sama ekonomi, ketimbang politik identitas di kawasan.
Sudah Lama Akui Israel
Kazakhstan sebenarnya telah mengakui berdirinya negara Israel sejak 1992, tidak lama setelah Uni Soviet runtuh. Hubungan kedua negara sudah berlangsung di tingkat diplomatik dan ekonomi, terutama di bidang teknologi, energi, serta pertanian. Namun, perjanjian kali ini menjadi tonggak baru yang menandai normalisasi penuh dan penguatan hubungan bilateral.
Bagi Trump, kesepakatan Kazakhstan-Israel menjadi pencapaian diplomasi pertama di masa jabatan keduanya. Dia memosisikan diri kembali sebagai mediator perdamaian Timur Tengah, melanjutkan warisan diplomatik yang sempat menjadi sorotan dunia pada periode pertamanya.
Waktu penandatanganan resmi perjanjian tersebut akan segera diumumkan. Namun pengumuman ini sudah cukup untuk memperkuat pengaruh diplomatik Washington di Asia Tengah serta memperluas lingkaran negara-negara Muslim yang menjalin hubungan terbuka dengan Israel.
Editor: Anton Suhartono