Keji! Pemukim Ilegal Israel Bakar Masjid dan Alquran di Tepi Barat
TEPI BARAT, iNews.id - Pemukim ilegal Israel membakar sebuah masjid di Tepi Barat, Palestina. Masjid Hajja Hamida yang terdapat di Desa Deir Istiya, dibakar pada Kamis (13/11/2025) pagi.
Foto-foto di lokasi kejadian menunjukkan, masjid-masjid tersebut juga dicoreti dengan slogan-slogan rasis anti-Palestina, setelah dibakar. Bukan hanya bangunan masjid, para pelaku juga memembakar mushaf Alquran di dalamnya.
Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Palestina mengutuk peristiwa apa yang disebutnya sebagai kejahatan keji pemukim Israel itu seraya menyebutnya sebagai kebiadaban.
Pembakaran masjid tersebut menambah daftar panjang perusakan yang dilakukan para pemukim Yahudi terhadap tempat-tempat suci umat Islam maupun Kristen di Tepi Barat.
Gelombang kekerasan terhadap warga Palestina, terutama di Tepi Barat, meningkat beberapa bulan terakhir.
Di tempat lain, dua bocah Palestina ditembak mati oleh pasukan Israel saat menggerebek lokasi di Kota Beit Ummar, dekat Hebron.
Badan urusan kemanusiaan PBB OCHA mengungkap, pemukim Yahudi melakukan setidaknya 167 serangan terkait panen zaitun sejak 1 Oktober. Lebih dari 150 warga Palestina luka dalam serangan tersebut dan lebih dari 5.700 pohon zaitun dirusak.
Para ahli mengatakan serangan Israel di Tepi Barat telah meningkat di tengah dan setelah perang di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 69.000 orang.
Kelompok-kelompok HAM internasional menyatakan Israel telah mempertahankan sistem aneksasi de facto dan apartheid di Tepi Barat.
Kantor HAM PBB pada Juli lalu bahkan telah memperingatkan, aksi kekerasan pemukim Yahudi dilakukan dengan persetujuan, dukungan, dan dalam beberapa kasus, dengan keikutsertaan pasukan keamanan Zionis.
"(Serangan ini) Merupakan bagian dari strategi lebih luas Pemerintah Israel dan terkoordinasi untuk memperluas dan mengonsolidasikan pencaplokan Tepi Barat yang diduduki, sekaligus memperkuat sistem diskriminasi, penindasan, dan kontrolnya terhadap warga Palestina di sana," bunyi pernyataan kantor HAM saat itu.
Editor: Anton Suhartono