Kekerasan di Afghanistan Masih Tinggi, Ancam Kelanjutan Perjanjian Damai AS dan Taliban
WASHINGTON, iNews.id - Amerika Serikat (AS) tidak yakin dengan prospek perdamaian di Afghanistan, terutama memegang janji kelompok militan Taliban.
Pemerintahan Presiden Joe Biden mendesak Taliban berkomitmen dengan perjanjian damai yang diteken pada 2020 untuk mengurangi kekerasan.
Pembunuhan warga sipil di Afghanistan naik menjadi lebih dari 2.900 orang pada 2020, meskipun diplomasi untuk mengakhiri perang sudah berlangsung, termasuk pembicaraan damai Taliban dan AS di Qatar.
Namun Juru Bicara Departemen Pertahanan John Kirby menegaskan, AS tetap berkomitmen untuk melanjutkan pembicaraan sebagaimana dirintis pemerintahan Donald Trump.
"Tanpa mereka memenuhi komitmen untuk meninggalkan terorisme dan menghentikan serangan terhadap Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan, sangat sulit melihat jalan ke depan untuk menyelesaikan negosiasi, tapi kami masih berkomitmen untuk itu," kata Kirby, dikutip dari Reuters, Kamis (29/1/2021).
Perjanjian yang diteken pada Februari 2020 dengan Taliban menyerukan penarikan seluruh pasukan AS di Afghanistan pada Mei 2021. Sebagai jaminannya, Taliban tidak melakukan kekerasan.
Pejabat dan diplomat AS mengatakan, hubungan antara Taliban, terutama dengan jaringan Haqqani dan Al Qaeda masih dekat.
"Sejauh ini, Taliban enggan memenuhi persyaratan," ucap Kirby.
Jumlah pasukan AS di Afghanistan dipangkas menjadi 2.500 personel pada awal Januari, angka terendah sejak AS masuk ke negara itu pada 2001.
Soal jumlah pasukan di Afghanistan, belum ada keputusan yang dibuat pemerintahan Joe Biden untuk masa mendatang.
Editor: Anton Suhartono