Keputusan Duterte Ampuni Marinir AS Pembunuh Transgender Picu Kemarahan Publik Filipina
MANILA, iNews.id - Keputusan Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengampuni seorang marinir Amerika Serikat yang dihukum karena membunuh perempuan transgender menuai kecaman luas.
Duterte mengeluarkan keputusan pengampunan pada Kopral Lance Joseph Scott Pemberton yang telah dipenjara sejak 2014 atas pembunuhan Jennifer Laude. Keputusan tersebut ditandatangani Duterte pada Senin (7/9/2020) waktu setempat.
Pemberton telah menjalani lebih dari setengah dari hukuman 10 tahun untuk mempertanggungjawabkan pembunuhan yang dilakukannya pada 2014.
Virginia Suarez, pengacara Laude menyebut keputusan itu sebagai "ejekan" tehadap sistem peradilan negara.
Mantan marinir Amerika itu telah diberikan pembebasan lebih awal pada minggu lalu oleh pengadilan setempat karena berperilaku baik, tetapi keputusan itu ditunda sambil menunggu banding dari pengacara keluarga korban.
Namun, proses itu tidak berlanjut dan diganti dengan pengampunan dari Presiden Duterte.
"Presiden telah menghapus hukuman yang tersisa terhadap Pemberton," kata Harry Roque, juru bicara Duterte dikutip dari BBC, Selasa (8/9/2020).
"Dia (Pemberton) sekarang bisa pulang karena pengampunan," lanjutnya.
Belum ada pengumuman susulan tentang tanggal kapan Pemberton keluar dari penjara.
Pemberton bertemu Laude di sebuah bar di Olangapo pada Oktober 2014, ketika dia sedang cuti setelah latihan militer gabungan Amerika-Filipina.
Polisi mengatakan pasangan itu kemudian menginap di sebuah hotel, dimana Laude ditemukan tewas keesokan harinya di toilet dengan luka bekas cekikan.
Pemberton bersaksi di pengadilan bahwa dia telah menyerang Laude setelah menyadari perempuan itu transgender, tetapi mengklaim dia masih hidup saat dia meninggalkan kamar hotel.
Pengacara keluarga Laude menyesalkan keputusan Presiden Duterter membebaskan tersangka pembunuhan. Dia melihat keputusan tersebut justru melukai penegakan hukum di Filipina.
"Ini adalah ketidakadilan lainnya, tidak hanya untuk Jennifer Laude dan keluarganya, tetapi juga ketidakadilan yang buruk bagi rakyat Filipina," kata Virginia Suarez.
"Ini adalah parodi kedaulatan dan demokrasi Filipina," lanjutnya.
Keputusan itu juga membuat marah kelompok LGBTQ, mereka menganggap keputusan Duterte mengirimkan "pesan keras dan jelas bahwa kehidupan seorang perempuan transgender di Filipina bukan yang perlu diperhatikan", kata UP Babaylan, kelompok hak asasi LGBT lokal dalam sebuah pernyataan.
Editor: Arif Budiwinarto