Kerja Sama dengan Rusia Jalan Terus, China: Sanksi AS Tak Ada Gunanya!
WASHINGTON, iNews.id - Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas setelah Beijing dengan tegas menolak tekanan Washington terkait kerja sama dengan Rusia. Di tengah ancaman sanksi ekonomi, China membalas dengan sindiran tajam: sanksi sepihak tidak sah dan tak akan membuahkan hasil.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menjatuhkan tarif tambahan sebesar 25 persen terhadap India karena negara itu tetap membeli minyak dari Rusia. Ancaman serupa juga ditujukan kepada China. Namun, Beijing memilih untuk melawan, bukan tunduk.
Juru Bicara Kedutaan Besar China di Washington DC, Liu Pengyu, menyebut upaya AS untuk memaksa China menghentikan kerja sama dengan Rusia sebagai langkah sia-sia.
“Masyarakat internasional, termasuk China, melakukan kerja sama normal dengan Rusia dalam kerangka hukum internasional. Ini sah dan wajar, tanpa merugikan pihak ketiga mana pun. Harusnya dihormati, bukan dikriminalisasi,” ujar Liu kepada kantor berita Rusia, RIA Novosti.
China pun menyebut sanksi sepihak yang dijatuhkan AS sebagai tindakan ilegal dan tak bisa dibenarkan.
“Perang tarif tidak mengenal pemenang. Paksaan dan tekanan tidak akan berhasil. China menentang keras pendekatan semacam ini,” katanya.
Kritik Terbuka terhadap Trump
Pernyataan keras dari China ini sekaligus menjadi bentuk kritik terbuka terhadap pendekatan sepihak Trump dalam menangani geopolitik dan ekonomi global. Alih-alih memaksa negara-negara untuk berpihak, kebijakan sanksi dan tarif malah mendorong negara-negara seperti China dan Rusia semakin erat bekerja sama.
Ajakan Dialog, tapi dengan Syarat
Meski menolak tekanan, China tetap membuka ruang dialog. Liu menyebut negaranya ingin menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dengan AS, namun harus berbasis kesetaraan dan rasa saling menghormati.
“Kami berharap AS bisa bekerja sama untuk mematuhi konsensus penting yang telah dicapai antara pemimpin kedua negara dalam pembicaraan sebelumnya,” katanya.
China juga mendorong penguatan mekanisme konsultasi ekonomi dan perdagangan, dengan harapan menghindari kesalahpahaman dan memperkuat kerja sama bilateral.
Pakar hubungan internasional menyebut respons China ini sebagai bukti perubahan posisi Beijing di panggung global. Tak lagi sekadar defensif, China kini lebih vokal dalam menghadapi tekanan dan sanksi dari AS.
“China tidak hanya menolak sanksi, tapi juga menyerang balik secara diplomatik. Ini bukan China yang sama seperti satu dekade lalu,” ujar analis dari lembaga think tank AsiaGlobal Institute, yang tak mau disebut namanya.
Dengan menegaskan China tampaknya ingin menunjukkan bahwa dunia tak lagi bisa dikendalikan oleh kekuatan tunggal. Sanksi dan tekanan ekonomi bukan lagi alat yang efektif untuk memaksakan kepatuhan.
Editor: Anton Suhartono