Ketua DPR AS: Shut Down Pemerintah Tahun Ini Termahal Sepanjang Sejarah
WASHINGTON, iNews.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (DPR AS) Mike Johnson menuding Partai Demokrat sebagai pihak paling bertanggung jawab atas berlanjutnya penutupan (shut down) pemerintahan federal yang telah memasuki hari ke-20 hingga Senin. Johnson menyebut krisis anggaran kali ini sebagai yang paling mahal dalam sejarah AS.
Penutupan pemerintah berlanjut setelah Senat AS untuk ke-11 kalinya gagal menyepakati rancangan anggaran sementara dalam pemungutan suara pada Senin (20/10/2025). Dari total suara, 50 anggota mendukung rancangan yang diajukan Partai Republik, sementara 43 lainnya menolak. Padahal, Senat membutuhkan sedikitnya 60 suara untuk meloloskan rancangan tersebut agar pemerintah bisa kembali beroperasi.
Rancangan anggaran yang diusung Partai Republik sebelumnya telah disahkan oleh DPR, namun masih tertahan di Senat. Partai Republik membutuhkan suara dari Partai Demokrat karena jumlah kursi mereka hanya 53.
Johnson menyebut kebuntuan ini sebagai tindakan politik yang tidak bertanggung jawab.
“Sejak secara sembrono menutup pemerintah Amerika Serikat, Partai Demokrat telah membuat sejarah yang sangat merugikan di sini. Jangan sampai kita lupa, ini merupakan penutupan terpanjang ketiga dalam sejarah negara kita,” kata Johnson, dikutip dari Anadolu, Selasa (21/10/2025).
Menurut dia, kebuntuan anggaran ini menyebabkan hampir seluruh lembaga pemerintah federal tak memiliki dana operasional, memicu dampak luas terhadap pelayanan publik. Selain itu banyak pegawai negeri sipil federal yang dirumahkan, bahkan PHK.
“Penting untuk dicatat, ini pertama kalinya dalam sejarah ada partai yang menutup pemerintah hanya karena menolak resolusi berkelanjutan yang bersih dan nonpartisan,” ujarnya.
“Ini aksi politik paling mahal, paling egois, dan paling berbahaya dalam sejarah Kongres Amerika Serikat,” katanya, menegaskan.
Partai Demokrat membantah tudingan tersebut dan menilai rancangan anggaran Partai Republik tidak sepenuhnya netral, terutama karena menolak pemulihan subsidi kesehatan bagi jutaan warga Amerika.
Menurut kubu Demokrat, tanpa dukungan subsidi, banyak warga akan menghadapi lonjakan biaya asuransi yang memberatkan.
Krisis anggaran ini kini telah memasuki pekan ketiga tanpa tanda-tanda kemajuan. Berlanjutnya shut down berarti ribuan pegawai pemerintah tetap tidak digaji, banyak layanan publik terhenti, dan ekonomi AS mulai merasakan dampaknya.
Editor: Anton Suhartono