PYONGYANG, iNews.id – Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menilai kebijakan permusuhan AS terhadap negaranya tidak akan berubah, terlepas siapa pun presiden yang menempati Gedung Putih. Karena itu, dalam pidatonya Kim menyebut AS sebagai “musuh terbesar”.
Berbicara pada Kongres Partai Buruh yang berkuasa di Korut, Jumat (8/1/2021), di Pyongyang, Kim mengatakan bahwa langkah Washington DC mencabut kebijakan permusuhan akan menjadi kunci hubungan Korea Utara-AS.
Polusi Udara Melanda New Delhi, Warga Serukan Demonstrasi Massal
“Kegiatan politik luar negeri kami harus difokuskan dan diarahkan untuk menundukkan AS, musuh terbesar kami dan hambatan utama bagi perkembangan inovatif kami,” ujark Kim seperti dilansir kantor berita Korit, KCNA, dan dikutip kembali Reuters, Sabtu (9/1/2021).
“Tidak peduli siapa yang berkuasa di AS, sifat AS yang sebenarnya dan kebijakan fundamentalnya terhadap Korea Utara tidak pernah berubah,” ujar pemimpin komunis itu.
Kim bersumpah untuk memperluas hubungan dengan “pasukan-pasukan antiimperialis dan independen” serta menyerukan perluasan penggunaan kekuatan nuklir. Sepanjang sejarah Korea Utara, Amerika Serikat memang selalu menjadi musuh bebuyutan Pyongyang.
Kirim Pesan Tahun Baru Ditulis Tangan, Kim Jong Un Berterima Kasih Tetap Dipercaya di Masa Sulit
Di masa pemerintahan Donald Trump, sempat ada kemajuan dalam hubungan AS dan Korut. Trump dan Kim beberapa kali bertemu langsung untuk membahas sejumlah isu, termasuk soal senjata.
Namun, saat Trump kalah di Pilpres AS 2020, hubungan kedua negara tampaknya kembali mundur.
Kim Jong Un Sia-siakan Kesempatan untuk Perbaiki Hubungan dengan AS
Presiden AS terpilih, Joe Biden, pernah menyebut Kim sebagai “preman” selama kampanye pilpres lalu. Sementara, Pyongyang pada 2019 menyebut Biden sebagai “anjing gila” yang perlu dipukuli sampai mati dengan tongkat.
Pada Oktober 2020 lalu, Biden mengatakan dia hanya akan bertemu Kim dengan syarat Korea Utara setuju untuk menurunkan kapasitas nuklirnya.
Trump dan Kim tercatat pernah bertatapan langsung sebanyak tiga kali, dalam pertemuan top AS-Korut yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kedua pemimpin itu sempat berkorespondensi dalam serangkaian surat. Namun upaya itu gagal memuluskan rencana denuklirisasi Korut atau perubahan resmi hubungan kedua negara.
Akhir 2020, diplomat tertinggi AS untuk Asia Timur di era Obama, Kurt Campbell, yang diisukan akan menjadi orang kepercayaan Biden untuk kebijakan teratas Asia, mengatakan pemerintahan AS ke depannya harus membuat keputusan awal tentang pendekatan apa yang akan diambil dengan Korea Utara.
Sementara Kim, tetap ingin berfokus dalam lebih banyak penelitian dan pengembangan peralatan militer canggih, termasuk satelit mata-mata, senjata hipersonik, rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat, dan drone pengintai.
Dia juga mengatakan, penelitian pada kapal selam nuklir akan segera selesai. Korea Utara, kata Kim, tidak akan menyalahgunakan senjata nuklirnya, meskipun dia gencar menyerukan untuk memperluas persenjataan nuklir negara itu.
Editor: Ahmad Islamy Jamil
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku