Kisah Tragis Pasangan Afghanistan Jadi Musuh Publik setelah Penikahannya Tewaskan 90 Orang
KABUL, iNews.id - Pesta pernikahan Mirwais dan Rehana tak berjalan bahagia, sebaliknya berujung tewasnya puluhan orang. Insiden mematikan tahun lalu terus membekas hingga menimbulkan luka batin mendalam bagi keduanya.
Mirwais dan Rehana dihinggapi perasaan bahagia jelang hari pernikahan mereka pada 16 Agustus 2019. Pesta pernikahan meriah yang digelar di sebuah gedung pertemuan di Kabul, Afghanistan dengan mengundang sanak keluarga, relasi, serta sahabat telah dipersiapkan dengan sebaik mungkin.
Namun, senyum bahagia kedua pasangan tersebut terenggut insiden mematikan bom bunuh diri yang menewaskan 90 orang tamu, termasuk anggota keluarga mereka dan sahabat tercinta. Hasil investigasi menyatakan pelaku bom bunuh diri merupakan anggota organisasi teroris ISIS.
Otoritas keamanan setempat juga menyatakan keduanya memang sudah lama jadi target serangan ISIS karena merupakan kelompok minoritas Syiah di Afghanistan. ISIS diketahui kerap melakukan serangan pada kelompok Syiah di negara itu.
Setahun berselang, Rehana--pengantin perempuan dalam insiden tersebut--memberanikan diri mengungkap apa yang terjadi di hari pernikahannya. Perempuan 18 tahun mengaku masih terus dihantui bayangan-bayang mengerikan kejadian mematikan tersebut.
"Setiap malam saya kerap bermimpi buruk. Saya menangis saya tidak bisa tidur," ujarnya dikutip dari BBC, Senin (17/8/2020).
"Kapan pun saya mendengar suara tembakan atau ledakan, itu membawa saya kembali ke hari nahas itu, dan saya pikir sesuatu akan terjadi lagi pada saya," lanjutnya.
Beberapa kerabat dekat serta keluarga sahabat yang menjadi korban bom bunuh diri itu sempat mengungkapkan rencana menggelar acara peringatan di luar gedung pernikahan, sekaligus menuntut keadilan pada pemerintah Afghanistan. Namun, usulan tersebut tidak pernah diterima oleh Mirwais--suami Rehana.
"Sebelum pernikahan kami begitu bahagia. Tiba-tiba kami seolah terhempas dari langit ke tanah. Kami kehilangan semua kebahagiaan kami," katanya.
Bagi Mirwais dan Rehanan, kejadian tragis itu bukan cuma meninggalkan luka dan trauma, namun ada yang lebih buruk. Beberapa kerabat dan kenalan menganggap mereka bertanggung jawab atas hilanganya hampir 100 nyawa.
"Suatu hari saya sedang berbelanja dan saya bertemu dengan seseorang wanita yang kehilangan seorang kerabat di pernikahan kami. Dia menyebutku pembunuh," kata Rehana.
Bahkan, lingkungan terdekat mereka pun ikut melabeli pasangan itu sebagai 'musuh'. Dampaknya, Mirwais terpaksa menutup tokonya. Tak sedikit masyarakat yang justru mengungkit pernikahan maut itu harusnya tak pernah terjadi.
"Semua orang menyalahkan saya atas apa yang terjadi. Saya hanya diam dan tidak mengatakan apa-apa," lanjutnya.
Editor: Arif Budiwinarto