Lagi! Pejabat AS Mundur karena Protes Perang Gaza, Sebut Deplu Ubah Laporan demi Bela Israel
WASHINGTON DC, iNews.id - Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, Stacy Gilbert, mengundurkan diri lantaran tak setuju dengan kebijakan Presiden Joe Biden yang selalu membela Israel. Keputusannya semakin menambah daftar pejabat atau pegawai pemerintah Amerika yang mundur karena perang di Gaza.
Pada Kamis (30/5/2024) waktu AS, Gilbert mengatakan pengunduran dirinya dipicu oleh laporan pemerintah kepada Kongres AS yang menurutnya secara keliru menyatakan bahwa Israel tidak menghalangi bantuan kemanusiaan ke Gaza. Hal itu mendorongnya untuk mengundurkan diri sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Biden mengenai Israel.
Reuters melansir, Gilbert bertugas di Biro Kependudukan, Pengungsi, dan Migrasi Deplu AS. Dia adalah adalah pakar yang mengerjakan laporan pemerintah tersebut.
"Jelas ada benar dan salah, dan apa yang ada dalam laporan itu salah," kata Gilbert dalam sebuah wawancara.
PBB dan kelompok bantuan telah lama mengeluhkan bahaya dan hambatan dalam mendapatkan bantuan dan mendistribusikannya ke seluruh Gaza.
Kini, jumlah korban tewas di kalangan warga Gaza telah melebihi 36.000 jiwa dan krisis kemanusiaan melanda wilayah Palestina tersebut. Kelompok hak asasi manusia (HAM) dan kritikus lainnya menyalahkan AS karena selalu menyediakan senjata untuk Israel dan sebagian besar membela tindakan zionis.
Deplu AS menyerahkan laporan setebal 46 halaman tersebut kepada Kongres pada awal bulan ini. Laporan itu menjadi syarat dalam menerbitkan Memorandum Keamanan Nasional AS yang baru, yang dikeluarkan Biden pada awal Februari.
Di antara kesimpulan lainnya, laporan tersebut mengatakan bahwa pada periode setelah 7 Oktober, Israel "tidak sepenuhnya bekerja sama" dengan AS dan upaya lain untuk memasukkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun dikatakan bahwa hal itu tidak berarti pelanggaran terhadap undang-undang AS yang melarang penyediaan senjata ke negara-negara yang membatasi bantuan kemanusiaan AS.
Menurut Gilbert, bunyi laporan itu tidak seperti yang dia kerjakan bersama para ahli lain di Deplu AS. Dia, Israel bukan saja "tidak sepenuhnya bekerja sama", melainkan memang memblokir sepenuhnya bantuan kemanusiaan sehingga tak bisa masuk ke Gaza.
Biro tempat Gilbert bekerja adalah salah satu dari empat biro yang berkontribusi dalam membuat memo rahasia yang dilaporkan secara eksklusif oleh Reuters pada akhir lalu. Memo itu berisi pemberitahuan kepada Menlu AS Antony Blinken bahwa Israel mungkin melanggar hukum kemanusiaan internasional di Gaza.
Gilbert mengatakan, Deplu AS memecat para ahli yang mengerjakan laporan ke Kongres tersebut ketika dokumennya masih berupa rancangan kasar. Pemecatan itu terjadi sekitar 10 hari sebelum diserahkan ke Kongres. Dia mengatakan, laporan itu kemudian diedit oleh pejabat yang lebih senior.
Gilbert telah bekerja di Deplu AS selama lebih dari 20 tahun. Pada hari laporan Deplu ke Kongres itu dirilis, dia memberi tahu kantornya bahwa dia akan mengundurkan diri. Selasa (28/5/2024) lalu adalah hari terakhirnya bekerja di sana.
Wakil Juru Bicara Deplu AS, Vedant Patel mengatakan, dia tidak akan mengomentari masalah personal Gilbert. Namun dia mengklaim instansinya menyambut baik sudut pandang yang beragam.
Dia mengatakan pemerintah tetap berpegang pada laporan yang telah disampaikan kepada Kongres AS tersebut, sembari terus menekan Pemerintah Israel agar tidak merugikan warga sipil dan segera memperluas akses kemanusiaan ke Gaza.
"Kami bukanlah pemerintahan yang memutarbalikkan fakta," kata Patel.
Kedutaan Besar Israel di Washington DC belum berkomentar atas tuduhan Gilbert.
Selain Gilbert, ada sejumlah pejabat Deplu AS yang juga mengundurkan diri karena tak setuju dengan kebijakan AS tentang Israel. Mereka adalah Juru Bicara Bahasa Arab Deplu AS, Hala Rharrit, dan; Annelle Sheline dari biro HAM.
Lebih dari 36.000 warga Palestina tewas dalam operasi udara dan darat Israel di Gaza. Israel melancarkan serangannya setelah para pejuang Hamas menyeberang dari Gaza ke Israel Selatan pada 7 Oktober tahun lalu. Pada waktu itu, para pejuang Hamas menewaskan 1.200 orang Israel dan menawan lebih dari 250 orang lainnya.
Editor: Ahmad Islamy Jamil