Lagi, Trump Berterima Kasih ke Kim Jong Un soal Jenazah Tentara AS
WASHINGTON, iNews.id - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengucapkan terima kasih kepada pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un, melalui cuitannya, Kamis (2/8/2018).
Trump memuji Kim yang telah mengembalikan jenazah diduga tentara AS yang tewas saat perang Korea pada 1950-1953. Sebanyak 55 kotak berisi kerangka diterbangkan ke AS dari Korut pada pekan lalu.
"Terima kasih untuk pemimpin Kim Jong Un yang telah menepati janji dan memulai proses pemulangan jenazah orang-orang yang kami cintai yang telah lama hilang! Saya sama sekali tidak terkejut Anda akan melakukan hal ini," kata Trump.
Dia juga mengungkapkan harapan dapat bertemu lagi dengan Kim dalam waktu dekat. Sebelumnya, kedua pemimpin bertemu di Singapura pada 12 Juni 2018. Pertemuan ini menghasilkan pernyataan bersama di antaranya soal denuklirisasi dan perdamaian di Semenanjung Korea.
"Dan juga, terima kasih atas surat Anda. Saya berharap bisa segera bertemu Anda," katanya, melanjutkan, tanpa menjelaskan lebih detail surat dimaksud.
Seperti diketahui, kerangka jenazah diduga prajurit AS dipulangkan ke AS pada Jumat (27/7/2018). Pesawat militer Amerika Serikat membawa jenazah ke Seoul, sebelum diterbangkan ke Hawaii.
"Setelah bertahun-tahun, ini akan menjadi moment besar bagi banyak keluarga. Terima kasih untuk Anda Kim Kong Un," kata Trump, saat itu.
Jenazah dibawa dari kota pelabuhan Wonsan di Korut menggunakan pesawat kargo Hercules C-17 dan mendarat di Pangkalan Udara AS Osan di Korea Selatan. Jenazah lalu diterbangkan menuju Hawaii untuk diidentifikasi forensik. Setelah itu, jenazah dipulangkan pada Rabu (1/8/2018).
Data Kementerian Pertahanan AS menyebut, lebih dari 35.000 prajurit AS tewas dalam perang di Semenanjung Korea pada 1950-an. Sekitar 7.700 di antaranya masih hilang. Dari jumlah itu, 5.300 di antaranya berada di Korut.
Pada periode 1990 dan 2005, 229 peti jenazah prajurit AS dipulangkan dari Korut. Setelah itu pemulangan ditangguhkan karena hubungan kedua negara memburuk terkait program senjata nuklir Pyongyang.
Editor: Anton Suhartono