Logam Tanah Jarang Ukraina Dikuasai AS? Fakta di Balik Kesepakatan Strategis
JAKARTA, iNews.id – Isu seputar logam tanah jarang Ukraina dikuasai Amerika Serikat (AS) mencuat setelah ditandatanganinya kesepakatan strategis antara kedua negara. Penandatanganan kesepakatan dilakukan pada Rabu (30/4/2025) setelah sempat diwarnai drama antara Ukraina dengan AS, termasuk cekcok antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan Donald Trump di Gedung Putih pada awal Maret lalu yang berujung pengusiran.
Amerika Serikat dan Ukraina menyepakati pembentukan lembaga Dana Investasi Rekonstruksi AS–Ukraina, sebuah inisiatif yang menyertakan kerja sama eksplorasi dalam bidang mineral kritis, termasuk logam tanah jarang.
Langkah ini disebut sebagai upaya membangun kembali Ukraina pasca-perang. Namun di balik kesepakatan itu tersimpan kepentingan geopolitik dan ekonomi besar, terutama dari pihak Amerika Serikat.
Logam tanah jarang merujuk pada 17 unsur kimia yang sangat dibutuhkan dalam berbagai teknologi canggih. Di antaranya adalah neodymium, cerium, dan lantanum, yang digunakan dalam pembuatan magnet kuat, kendaraan listrik, turbin angin, sistem pertahanan, ponsel pintar, dan bahkan rudal berpemandu.
Dengan semakin terbatasnya pasokan global dan tingginya permintaan, logam tanah jarang kini menjadi komoditas strategis. Sebelumnya, Amerika Serikat sangat bergantung pada China sebagai pemasok utama, namun perang dagang membuat AS mencari alternatif, termasuk Ukraina.
Ukraina bukan hanya negara agraris. Negara ini menyimpan cadangan besar logam tanah jarang dan mineral kritis lainnya, termasuk litium, titanium, uranium, skandium, dan mangan. Menurut Kementerian Perekonomian Ukraina, setidaknya ada 22 dari 34 mineral kritis versi Uni Eropa yang tersedia di wilayah Ukraina.
Beberapa di antaranya, seperti neodymium dan cerium, ditemukan dalam jumlah besar dan sangat dibutuhkan dalam industri hijau serta pertahanan.
Namun, Presiden Volodymyr Zelensky juga mengungkap bahwa sebagian cadangan logam tanah jarang Ukraina kini dikuasai oleh Rusia sejak invasi tahun 2022.
Kesepakatan terbaru antara AS dan Ukraina menimbulkan pertanyaan publik, apakah logam tanah jarang Ukraina kini dikuasai Amerika Serikat?
Presiden AS saat ini, Donald Trump, menyatakan keinginannya agar Ukraina memasok logam tanah jarang ke AS sebagai imbalan atas bantuan keuangan dan militer. Walau belum dijelaskan secara detail jenis dan volume logam yang disepakati, keinginan Trump ini menegaskan pentingnya peran Ukraina sebagai alternatif pemasok mineral strategis bagi AS.
Namun, Menteri Perekonomian Ukraina, Yulia Svyrydenko, menegaskan bahwa kesepakatan tersebut tidak serta merta memberikan kendali penuh kepada Amerika Serikat atas sumber daya alam Ukraina.
Kepemilikan tetap berada di tangan pemerintah Ukraina, dan keputusan ekstraksi tetap akan ditentukan oleh Kiev.
Kerja sama ini bukan hanya tentang mineral. Amerika Serikat membutuhkan sumber logam tanah jarang yang aman dari pengaruh China, sementara Ukraina memerlukan investasi besar untuk membangun kembali ekonominya.
Lembaga dana investasi dengan skema 50:50 yang disepakati mencerminkan kemitraan strategis dan simbiosis politik-ekonomi antara kedua negara.
Meski belum ada bukti nyata bahwa logam tanah jarang Ukraina sepenuhnya dikuasai oleh Amerika Serikat, kesepakatan ini jelas memberi keuntungan besar bagi AS. Dalam jangka panjang, jika pasokan logam tanah jarang dari Ukraina terus mengalir ke AS, maka dominasi pengaruh Amerika atas sumber daya Ukraina bisa meningkat, terutama jika tidak ada transparansi dalam pelaksanaan proyek-proyek ekstraksi.
Namun, selama pemerintah Ukraina mempertahankan kendali dan keterbukaan, kemitraan ini bisa menjadi win-win solution di tengah ketegangan geopolitik global.
Editor: Anton Suhartono