Macron: Pemimpin Dunia Jangan Cuma Jadi Penonton Rivalitas AS-China
PARIS, iNews.id - Presiden Prancis Emmanuel Macron, dalam pidatonya menyinggung dominasi Amerika Serikat-China dalam percaturan dunia. Macron mendorong para pemimpin dunia tidak hanya berdiam diri di bawah bayang-bayang dua negara itu.
Dalam pidato di Sidang Majelis Umum PBB, Selasa (22/9/2020) Macron mengemukakan pandangan Prancis mengenai situasi dunia saat ini. Macron menyinggung ketegangan AS-China terkait perang dagang, serta pandemi Covid-19.
Sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO sejak Januari lalu, Amerika Serikat terus menuduh China sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Washington yang mendapat dukungan Australia juga menuntut adanya panel internasional melakukan investigasi kemunculan Covid-19 di China.
Perseteruan dua kekuatan besar negara berlanjut ke wilayah Asia Pasifik, dimana Washington berupaya mendukung Taiwan serta aktivis pro-demokrasi di Hongkong menentang provokasi Beijing.
Terbaru, AS--yang tidak memiliki kepentingan di Laut China Selatan--mengerahkan armada kapal induknya yang disebut sebagai langkah menjaga stabilitas perairan internasional. Sebaliknya, China yang bersengketa di wilayah Laut China Selatan menganggap kehadiran AS sebagai upaya ikut campur dan membahayakan negara-negara di kawasan itu.
"Dunia saat ini tidak dapat direduksi menjadi persaingan antara China dan Amerika Serikat, terlepas dari dua kekuatan besar dunia ini," kata Macron dikutip dari AFP, Rabu (23/9/2020).
Meminjam istilah dalam tari balet, Macron menggambarkan komunitas internasional saat ini hanya menjadi penonton superioritas AS-China.
"Kita tidak harus puas dengan 'pas de deux' yang akan membuat kita hanya menjadi penonton sedih dari ketidakberdayaan kolektif," lanjutnya.
Mengenai stabilitas di kawasan Eropa, Macron menekankan pada para pemimpin negara-negara benua biru memperkuat alinasi strategi pertahanan kolektif dalam upaya mengurangi ketergantungan teknologi yang dipasok AS maupun China.
"Ketergantungan penuh pada kekuatan tertentu, berkaitan dengan teknologi pangan atau industri menciptakan kerentanan yang tidak lagi memungkinkan keseimbangan yang sejalan dengan stabilitas global," ujarnya.
AS mulai mengurangi keberadaan militernya di Eropa dengan menarik ribuan tentaranya dari Jerman pada Juli lalu.
Editor: Arif Budiwinarto