Mahkamah Agung Israel Paksa Yahudi Ultra-Ortodoks Ikut Perang Lawan Hamas
TEL AVIV, iNews.id - Mahkamah Agung Israel, Selasa (25/6/2024), akhirnya memutuskan, pemeluk Yahudi Ultra-Ortodoks harus mengikuti wajib militer. Mahasiswa seminari yang sebelumnya dilindungi oleh hukum untuk tak terlibat di militer kini tak bisa lagi menghindar.
Keputusan Mahkamah Agung Israel ini menambah konflik di internal pemerintahan. Koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu diisi oleh dua partai ultra-Ortodoks. Aturan yang sebelumnya mengecualikan anggota mereka mengikuti wajib militer merupakan cara untuk menjaga loyalitas konstituen.
Namun di sisi lain Israel membutuhkan tentara untuk perang. Israel membutuhkan banyak tentara di tengah perang melawan Hamas di Jalur Gaza serta meningkatnya ketegangan dengan Hizbullah Lebanon serta kelompok-kelompok proksi Iran lainnya.
“Pada puncak perang yang sulit, beban ketidaksetaraan menjadi semakin akut,” bunyi pernyataan Mahkamah Agung Israel, dikutip dari Reuters.
Para pemimpin partai-partai tersebut mengungkapkan kekecewaan atas keputusan tersebut, meski tidak mengeluarkan ancaman langsung terhadap pemerintah. Di sisi lain perekrutan mahasiswa seminari bisa memperluas perpecahan dalam koalisi Netanyahu yang di ambang keruntuhan.
Warga Israel diwajibkan oleh hukum untuk bertugas di militer sejak usia 18 tahun. Para pria harus mengikuti wajib militer selama 3 tahun dan wanita 2 tahun.
Sementara itu minoritas Arab di Israel, populasinya 21 persen dari total penduduk, dikecualikan dari wajib militer. Meski demikian ada beberapa yang tetap masuk militer.
Undang-undang (UU) yang mengatur pengecualian bagi mahasiswa seminari Yahudi Ultra-Ortodoks untuk mengikuti wajib militer dicabut sejak tahun lalu. Meski demikian pemerintah tetap mengizinkan mereka untuk izin. Nah, kali ini Mahkamah Agung memutuskan, jika tidak ada dasar hukum baru untuk memberika pengecualian, maka pemerintah harus memaksa mereka ikut berperang.
Editor: Anton Suhartono