Mengenal Dexamethasone, Obat Covid-19 Mujarab Rekomendasi WHO
LONDON, iNews.id - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan kabar gembira yakni hasil positif dari uji klinis obat dexamethasone bagi penderita Covid-19.
Hasil uji klinis terhadap dexamethasone menunjukkan steroid tersebut mampu menyelamatkan nyawa pasien terinfeksi virus corona yang kritis.
Hasil uji coba menunjukkan, obat yang sudah digunakan sejak 1960-an ini mampu mengurangi potensi kematian hingga sepertiga pada pasien Covid-19 dalam kondisi parah.
Meskipun hasil studi masih pada tahap pendahuluan, para peneliti sudah merekomendasikan penggunaannya sebagai standar dalam menangani pasien Covid-19 kritis.
"Ini merupakan metode pengobatan pertama yang ditujukan untuk mengurangi angka kematian pada pasien Covid-19 yang membutuhkan bantuan oksigen atau ventilator," kata Tedros.
Lantas, apa itu dexamethasone? Obat ini umumnya digunakan bagi penderita radang sendi.
"Dexamethasone obat murah, ada di mana-mana dan bisa digunakan untuk menyelamatkan nyawa semua orang di seluruh dunia," kata Peter Horby, pemimpin penelitian dari Universitas Oxford, dikutip dari Reuters, Rabu (17/6/2020).
Sementara itu otoritas kesehatan Inggris NHS menyatakan, tablet steroid ini merupakan jenis obat anti-inflamasi yang digunakan untuk mengobati berbagai kondisi, seperti alergi, asma, eksim, radang usus.
Nah, peradangan bisanya juga berkembang pada pasien Covid-19 karena sistem kekebalan bereaksi berlebihan untuk melawan infeksi virus.
Reaksi berlebihan tersebut dapat berakibat fatal, sehingga dokter perlu menguji steroid dan obat anti-inflamasi lain untuk digunakan pasien terinfeksi.
"Ini merupakan hasil yang disambut baik. Manfaat bertahan hidup jelas diperlukan pasien parah yang memerlukan bantuan oksigen. Jadi, saat ini dexamethasone harus menjadi standar perawatan pada pasien," kata Horby.
Dalam pengujian, Universitas Oxford memberikan dexamethasone kepada lebih dari 2.000 pasien parah Covid-19.
Hasilnya, dexamethasone yang diberikan secara oral dan lewat infus selama 28 hari mampu mengurangi risiko kematian hingga 35 persen pada pasien dengan bantuan ventilator. Obat ini juga mampu mengurangi kematian hingga 20 persen pada pasien yang menggunakan alat bantu oksigen.
Editor: Anton Suhartono