Negosiator Perdamaian di Afghanistan Ditembaki Milisi Bersenjata, Diduga Pelakunya Taliban
KABUL, iNews.id - Pegiat hak perempuan dan negosiator perdamaian di Afghanistan, Fawzia Koofi, mendapat serangan dari kelompok bersenjata yang diduga Taliban. Ini menambah catatan kekerasan yang dialami aktivis di negara itu.
Kelompok bersenjata melepaskan tembakan ke Koofi (45) dan saudara perempuannya pada hari Jumat (14/8/2020) kemarin waktu setempat ketika kembali dari pertemuan di Provinsi Parwan dekat ibu kota Kabul.
Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan, Tariq Arian mengatakan Koofi ditembak di tangan kanannya dan kondisinya dinyatakan stabil setelah mendapat perawatan di rumah sakit.
Sementara itu, Taliban dalan keterangannya membantah keterlibatan dalam penyerangan mantan anggota parlemen dan pengkritik keras keberadaan milisi bersenjata itu.
Serangan itu mendapat perhatian dari Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani. Dia menyebut aksi penembakan itu sebagai serangan pengecut. Pemerintah melalui Dewan Rekonsiliasi Nasional yang dikepalai Abdullah Abdullah mendesak pihak berwenang Afghanistan untuk membawa "para pelaku serangan ke pengadilan".
Kepala Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Independen Afghanista, Shaharzad Akbar, juga mengutuk serangan mengerikan itu.
"Pola serangan terarah yang mengkhawatirkan dapat berdampak negatif pada kepercayaan dalam proses perdamaian," tulisnya dalam kicauan Twitter dikutip dari AFP, Minggu (16/8/2020).
Dalam beberapa bulan terakhir terjadi sejumlah serangan bersenjata terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan jaksa di Kabul.
Koofi pernah mengalami serangan serupa pada 2010 lalu. Dia selamat saat pria bersenjata menembaki kendaraannya ketika kembali ke ibu kota Kabul setelah menghadiri acara Hari Perempuan Internasional.
Dia termasuk di antara sedikit perempuan dalam delegasi pan-Afghanistan yang mengadakan beberapa sesi dialog tidak resmi dengan Taliban pada 2019.
Dialog itu berlangsung bersamaan dengan negosiasi terpisah antara Taliban dan Amerika Serikat di Qatar yang akhirnya mengarah pada penandatanganan kesepakatan antara kedua pihak pada Februari 2020.
Saat itu, Koofi mengaku kepada AFP bagaimana dirinya sempat mendapat ancaman dari militan hanya karena memakai cat kuku.
Editor: Arif Budiwinarto