Netanyahu Sebut Perang di Gaza Akan Berlanjut selama Berbulan-bulan Lagi
Ribuan tenda dan gubuk darurat bermunculan di pinggiran Rafah, dekat gudang PBB. Pengungsi tiba di Rafah dengan berjalan kaki atau dengan truk dan gerobak yang dipenuhi kasur. Mereka yang tidak mendapat tempat di tempat penampungan yang kewalahan akan mendirikan tenda di pinggir jalan.
“Kami tidak punya air. Kami tidak punya cukup makanan,” kata seorang perempuan pengungsi, Nour Daher, Sabtu kemarin.
“Anak-anak bangun pagi ingin makan, ingin minum. Kami membutuhkan waktu satu jam untuk mencarikan air untuk mereka. Kami tidak bisa membawakan mereka tepung. Bahkan ketika kami ingin membawanya ke toilet, kami membutuhkan waktu satu jam untuk berjalan kaki,” tuturnya.
Di kamp Nuseirat, seorang warga bernama Mustafa Abu Wawee mengatakan, serangan Israel menghantam rumah salah satu kerabatnya dan menewaskan dua orang.
“Pendudukan (Israel) melakukan segalanya untuk memaksa orang-orang pergi,” katanya melalui telepon.
Dia pun sibuk membantu mencari empat orang yang hilang di bawah reruntuhan. “Mereka ingin mematahkan semangat dan kemauan kami, tapi mereka akan gagal. Kami akan tetap tinggal di sini,” ucap pria itu.
Pada Jumat (29/12/2023), Departemen Luar Negeri AS mengabarkan bahwa Menlu Antony Blinken telah memberi tahu Kongres tentang persetujuannya atas penjualan peralatan militer senilai 147,5 juta dolar AS (Rp2,27 triliun) ke Israel. Beberapa peralatan tempur itu antara lain berupa sekring dan pengisi daya yang diperlukan untuk peluru 155 mm yang dibeli Israel sebelumnya.
Ini adalah kedua kalinya pada bulan ini pemerintahan Biden mengabaikan Kongres dengan menyetujui penjualan senjata darurat ke Israel. Blinken juga membuat keputusan serupa pada 9 Desember lalu untuk menyetujui penjualan hampir 14.000 butir amunisi tank senilai lebih dari 106 juta AS ke Israel.