Pandemi Covid Bisa Berubah Menjadi Endemik, Apa Artinya?
JAKARTA, iNews.id - Beberapa negara bersiap untuk memasuki masa endemik Covid-19 sejalan dengan semakin banyaknya penduduk yang sudah mendapatkan vaksin penuh. Bahkan ada negara yang sudah mengeluarkan stok vaksinnya untuk suntikan booster atau dosis ketiga.
Lantas apakah endemik itu dan kapan pandemi bisa disebut berakhir?
Istilah 'endemik' sering disebut di antara para pemimpin negara serta pakar kesehatan masyarakat saat membicarakan skenario penanganan wabah penyakit yang terjadi di masa depan. Dalam konteksi ini membicarakan soal Covid-19.
Para ilmuwan memperkirakan Covid akan menjadi endemik meskipun mereka memprediksi wabah sporadis yang tidak terkendali masih bisa terjadi di suatu wilayah. Transisi dari pandemi ke endemik akan berbeda-beda di setiap negara di dunia.
Untuk membahas ini, perlu dipahami empat istilah, yakni wabah, epidemi, pandemi, dan endemik.
Wabah adalah peningkatan kasus penyakit melebihi normal, biasanya terjadi di lokasi yang tak luas, spesifik, dan dalam waktu singkat. Contoh dari wabah adalah penyakit yang dipicu kontaminasi Salmonella melalui makanan.
Epidemi pada dasarnya adalah wabah tanpa batasan geografis. Virus Ebola yang menyebar di tiga negara Afrika Barat dari 2014 hingga 2016 dikategorikan sebagai epidemi.
Pandemi memiliki cakupan yang lebih luas lagi atau bisa diartikan sebagai epidemi yang menyebar di banyak negara dan banyak benua seluruh dunia. Contoh pandemi adalah influenza A(H1N1) atau 'Flu Spanyol' pada 1918, HIV/AIDS, SARS-CoV-1, dan virus Zika.
Nah, jika penyebaran suatu virus di suatu lokasi tertentu sudah berjalan normal, berarti wilayah itu memasuki fase endemik. Kata 'endemik' berasal dari bahasa Yunani yakni endēmos yang berarti 'dalam populasi'.
Penyebaran virus pada fase ini relatif konstan dalam populasi tertentu serta polanya sebagian besar bisa diprediksi.
Virus dapat bersirkulasi secara endemik di wilayah geografis tertentu atau secara global. Virus Ross River, contohnya, bersirkulasi secara endemik di Australia dan negara-negara kepulauan Pasifik, namun tidak ditemukan di wilayah lain di dunia. Sementara itu, rhinovirus, penyebab flu biasa, beredar secara endemik di seluruh dunia.
Kasus pandemi lainnya yang kini menjadi endemik adalah cacar dan polio. Seiring waktu dan berkat upaya kesehatan masyarakat, mulai dari kesadaran menggunakan masker hingga vaksinasi, pandemi bisa hilang atau secara bertahap menjadi endemik.
Sementara itu terkait kasus Covid-19 yang disebabkan SARS-CoV-2, virus menginfeksi inang manusia yang tak memiliki kekebalan sebelumnya.
Setiap virus memiliki karakteristik masing-masing, mulai dari kecepatan replikasi hingga resistensi obat. Varian-varian Covid yang baru-baru ini ditemukan menular lebih cepat dan menyebabkan gejala berbeda.
Pemodelan matematika ilmiah memberikan beberapa gagasan mengenai kemungkinan hasil epidemi Covid. Sebagian besar pakar kesehatan masyarakat sepakat, Covid masih akan bertahan daripada menghilang, seperti cacar, setidaknya untuk sementara waktu.
Mereka memperkirakan jumlah kasus infeksi akan konstan sepanjang tahun, kemungkinan menjadi tren musiman yang menyebabkan wabah skala lebih kecil.
Untuk itulah pembahasan fase pandemi menjadi endemik Covid sebenarnya sangat lokal. Negara-negara tidak akan memasuki fase endemik pada saat yang sama dipengaruhi oleh variabel host, lingkungan, faktor virus (varian), serta vaksinasi. Sementara dalam konteks global, jalan menuju endemik akan sulit.
Tingkat vaksinasi akan sangat menentukan suatu wilayah beralih ke endemik. Herd immunity juga akan menjadi patokan. Para ilmuwan memperkirakan Covid akan lebih umum terjadi di kalangan anak muda yang tidak divaksin atau mereka sudah pernah terinfeksi.
Ketersediaan vaksin dan suntikan booster setiap tahun atau musim juga bisa membawa suatu negara lebih cepat menuju endemik. Sebaliknya, cakupan vaksin yang buruk memungkinkan virus menyebabkan epidemi lebih lama.
Editor: Anton Suhartono