Pascapenembakan di Belanda: Terminal, Masjid dan Sekolah Dijaga Ketat
UTRECHT, iNews.id - Polisi Belanda menangkap seorang laki-laki yang diduga menewaskan tiga orang dalam insiden penembakan di atas trem di Kota Utrecht, Senin (18/3).
Unit antiteror kepolisian mengepung satu gedung dan melakukan sejumlah penggerebekan sebelum menangkap laki-laki tersebut.
Sebelumnya, polisi menyebar foto laki-laki berusia 37 tahun kelahiran Turki bernama Gokmen Tanis. Jaksa mengatakan Tanis pernah berurusan dengan polisi.
Insiden penembakan di Utrecht, yang terjadi hanya beberapa hari setelah penembakan massal di dua masjid di Selandia Baru yang menewaskan 50 orang, mendorong pihak berwenang setempat memperketat pengamanan di seluruh negeri.
Selain menewaskan tiga orang, tersangka pelaku juga menyebabkan beberapa lainnya luka-luka.
Dilaporkan BBC, Selasa (19/3/2019), pengamanan yang diperketat meliputi sekolah, masjid, terminal, dan gedung-gedung pemerintah. Layanan kereta dan trem di Utrecht untuk sementara dihentikan.
Ancaman keamanan di Utrecht dinaikkan ke level tertinggi.
Perdana Menteri Mark Rutte mengatakan sangat prihatin dan pemerintah menggelar rapat darurat untuk menangani peristiwa itu. Para pejabat mengatakan, Tanis melarikan diri dari lokasi kejadian dengan mengendarai mobil.
Wali Kota Utrecht Jan van Zanen mengatakan peristiwa itu digolongkan sebagai serangan teror.
Kendati demikian, jaksa menyebut motif yang sebenarnya belum diketahui dan ada kemungkinan insiden ini terkait dengan masalah keluarga.
Universitas Utrecht menutup seluruh gedung di kampusnya dan melarang orang masuk atau keluar lingkungan.
"Seorang pria menembak secara membabi buta," tutur seorang saksi mata, kepada situs berita Belanda, NU.nl.
Seorang saksi mata lainnya mengaku melihat seorang perempuan luka, tangannya berdarah yang juga mengenai pakaiannya.
"Saya membawanya ke mobil dan memberikan bantuan kepadanya," ujarnya. kepada lembaga penyiaran NOS.
Seorang pengusaha setempat mengatakan kepada BBC bahwa Tanis pernah bergabung dengan kelompok bersenjata di Chechnya.
Di kawasan ini ada beberapa kelompok radikal, beberapa di antaranya menyatakan berafiliasi dengan kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS).
"Dia pernah ditahan polisi karena punya hubungan (dengan ISIS) namun dia kemudian dibebaskan," kata pengusaha tersebut.
Editor: Nathania Riris Michico