PBB: Militer Myanmar Berniat Musnahkan Muslim Rohingya
WASHINGTON, iNews.id - Misi pencari fakta PBB menyimpulkan militer Myanmar bermaksud melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya ketika mereka mengusir ratusan ribu warga etnis itu pada 2017. Hal itu terungkap alam laporan yang dirilis Kamis (22/8/2019).
Dalam laporan itu, PBB menyatakan pemerintah Myanmar gagal memenuhi tanggung jawabnya, berdasar Konvensi Genosida, untuk menyelidiki dan menghukum tindakan genosida.
"Kami diminta menyelidiki pelanggaran hak asasi, tanggung jawab dasarnya ada pada Tatmadaw," kata Radhika Coomaraswamy, pakar dalam misi tersebut saat menyampaikan laporan itu, seperti dilaporkan Associated Press, Jumat (23/8/2019).
Tatmadaw merupakan nama resmi angkatan bersenjata (militer) Myanmar.
Lebih dari 700.000 etnis Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine, Myanmar utara, pada Agustus dan September 2017, setelah pembantaian yang dilakukan militer.
Pembantaian terjadi setelah gerilyawan Rohingya menyerang pasukan keamanan di sana; menyebabkan militer melakukan pembalasan. Etnis Rohingya terus mencari perlindungan di kamp pengungsi di Bangladesh, negara tetangga Myanmar.
Misi pencari fakta berfokus pada kekerasan seksual dan berbasis gender, yang dilaporkan secara luas oleh para penyintas yang tiba di Bangladesh.
Misi menyimpulkan, Tatmadaw menunjukkan niat melakukan genosida terhadap kelompok minoritas Muslim itu.
"Dengan secara sengaja merusak kondisi kehidupan perempuan dan anak perempuan Rohingya yang diperhitungkan akan membawa kehancuran bagi Rohingya secara keseluruhan atau sebagian."
Ini termasuk pembunuhan sistematis dan pemerkosaan ramai-ramai atas perempuan yang masih subur, dan mutilasi atau perusakan organ seksual mereka. Disebut pula banyak serangan atas perempuan hamil dan bayi.
Menurut Coomaraswamy, tindakan ini adalah taktik dasar yang dilancarkan oleh militer Myanmar untuk menghukum penduduk sipil etnis Rohingya.
Misi pencari fakta itu tidak diizinkan masuk ke Myanmar, namun laporannya disusun berdasarkan wawancara dengan sekitar 300 korban dan saksi-saksi yang berada di luar Myanmar.
Editor: Nathania Riris Michico