PBB Ungkap Pemberontak RSF Sudan Bantai Ratusan Warga Sipil di Kota El Fasher
JENEWA, iNews.id - Kantor hak asasi manusia (HAM) PBB di Jenewa, Swiss, mengungkap pasukan pemberontak Sudan, Pasukan Dukungan Cepat (RSF), membunuh ratusan warga sipil selama perebutan Kota El Fasher. Kota tersebut merupakan benteng terakhir pasukan pemerintah Sudan di Provinsi Darfur.
El Fasher jatuh ke tangan RSF pada Minggu (26/10/2025) setelah mengepungnya selama 18 bulan.
Data kantor HAM PBB mengungkap, ratusan warga sipil Sudan serta pejuang tak bersenjata tewas selama proses perebutan dan setelahnya.
"Kami memperkirakan jumlah korban tewas warga sipil dan mereka yang berada dalam posisi hors de combat selama serangan RSF di kota tersebut dan rute keluarnya, serta pada hari-hari setelah pengambilalihan, mencapai ratusan," kata Juru Bicara Kantor HAM PBB, Seif Magango, seperti dikutip dari Anadolu, Sabtu (1/11/2025).
Jumlah tersebut berbeda dengan data yang disampaikan kelompok-kelompok kemanusiaan Sudan, seperti Jaringan Dokter Sudan, yang mengungkap korban tewas di Kota El Fasher saja telah menembus 2.000 orang.
Seorang saksi mata menggambarkan pembunuhan ratusan orang oleh para pemberontak. Mereka meneriakkan hinaan rasial sambil menembaki orang-orang yang dikumpulkan terlebih dulu di lapangan.
Seorang komandan senior RSF menyebut, laporan pembunuhan massal tersebut dibesar-besarkan atau menjadi "eksposur media" oleh tentara pemerintah untuk menutupi kekalahan atas El Fasher. Namun pimpinan RSF memerintahkan penyelidikan atas pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya. Mereka mengklaim telah menangkap beberapa personel RSF yang melakukan tindakan di luar perintah pimpinan.
Puluhan ribu meninggalkan kota tersebut untuk menghindari kekejaman RSF yang juga rasis.
Beberapa saksi mata mengungkap kekejaman di El Fasher. Para pengungsi harus berjalan kaki selama 3 atau 4 hari ke Kota Tawila.
Magango juga menerima kesaksian dari para pekerja bantuan, setidaknya 25 perempuan diperkosa beramai-ramai oleh para pemberontak RSF di tempat penampungan pengungsi di dekat sebuah kampus.
"Para saksi mata mengonfirmasi, personel RSF memilih perempuan dan anak perempuan dan memerkosa mereka di bawah todongan senjata," ujarnya.
Para pemberontak juga memaksa para pengungsi tersisa, sekitar 100 kk, untuk meninggalkan lokasi di tengah penembakan dan intimidasi.
Presiden Komite Palang Internasional (ICRC) Mirjana Spoljaric mengatakan, pelanggaran di El Fasher tidak bisa dibenarkan.
"Kehidupan di Sudan kini bergantung pada tindakan yang kuat dan tegas untuk menghentikan kekejaman ini," ujarnya.
Editor: Anton Suhartono