Pendiri Foxconn Maju Pilpres Taiwan, Janji Tak Biarkan Wilayahnya seperti Ukraina
TAIPEI, iNews.id - Pendiri Foxconn Terry Gou mengumumkan akan maju dalam pemilihan presiden Taiwan pada Januari 2024. Foxconn merupakan pemasok terbesar bagi produk Apple.
Pria 72 tahun itu menegaskan tujuannya untuk menjadi orang nomor 1 di wilayah tersebut, yakni menyatukan kubu oposisi serta memastikan Taiwan tidak menjadi Ukraina berikutnya.
Majunya Gou dalam bursa pilpres Taiwan sebebarnya bukan kabar baru. Sejak tahun lalu dia beberapa kali menyampaikan niatan untuk maju. Gou menjadi orang keempat yang mendaftar dalam pilpres.
Meski demikian hasil polling menunjukkan, perolehan dukungannya jauh di bawah kandidat terkuat William Lai yang kini menjabat wakil presiden Taiwan. Politikus partai berkuasa, Partai Progresif Demokratik (DPP), diunggulkan untuk menang pilpres, menggantikan seniornya, Presiden Tsai Ing Wen.
Pria yang mengundurkan diri sebagai bos Foxconn pada 2019 itu pertama kali mengajukan niat untuk maju dalam pilpres pada tahun lalu. Namun dia sempat mengurungkan niat setelah gagal memenangkan nominasi dari partai oposisi utama, Kuomintang KMT.
KMT memiliki arah politik berbeda dengan partai berkuasa, DPP, yakni mengupayakan hubungan dekat dengan China. Tak patah semangat, Gou kembali mencalonkan untuk maju dalam pilpres melalui KMT pada awal 2023. Namun KMT lebih memilih Hou Yu Ih, wali kota New Taipei City.
Gagal maju melalui partai, Gou mencari dukungan kepada warga Taiwan dengan melakukan safari politik berkeliling wilayah itu selama beberapa pekan terakhir. Dia tampaknya akan maju melalui jalur independen.
Dalam konferensi pers, Gou menyebut DPP telah membawa Taiwan menuju perang.
“Di bawah kekuasaan DPP selama 7 tahun terakhir, secara internasional, mereka telah membawa Taiwan dalam bahaya perang. Di dalam negeri, kebijakan-kebijakan mereka penuh dengan kesalahan,” kata Gou, seraya menambahkan era kekuasaan pengusaha telah dimulai.
Dia meminta waktu 4 tahun untuk mewujudkan perdamaian di Selat Taiwan yang sudah mengalami ketegangan selama 50 tahun.
"Taiwan tidak boleh menjadi Ukraina dan saya tidak akan membiarkan Taiwan menjadi Ukraina berikutnya," tuturnya.
Editor: Anton Suhartono