Peran Militer Lengserkan Diktator Mugabe Tanpa Pertumpahan Darah
JAKARTA, iNews.id - Drama politik di Zimbabwe berakhir dengan kemenangan rakyat Zimbabwe melawan sang diktator, Robert Mugabe. Ada banyak pihak yang punya andil dalam menjatuhkan Mugabe dari singgasananya. Peran menonjol diambil oleh militer.
Berbeda dengan kebanyakan negara lain di mana proses menjatuhkan pemimpin diktator sampai memakan korban, maka Zimbawe mampu melewatinya dengan relatif mulus, damai, tanpa pertumpahan darah.
Negara di selatan Afrika ini sudah dipimpin Robert Mugabe selama 37 tahun. Kekuasaan berakhir lewat surat pengunduran diri yang dibacakan ketua parlemen pada Selasa 21 November 2017.
Saat merayakan pengunduran diri Mugabe di jalan-jalan Harare, rakyat kerap memuji peran Jenderal Constantino Chiwenga. Dia merupakan pejabat militer paling berpengaruh di balik lengsernya Mugabe.
Rakyat juga mengapresiasi langkah cerdas yang diambil Chiwenga dengan memilih bernegosiasi ketimbang menggunakan senjata.
Untuk membuat negara tetap kondusif, dia memperingatkan warga agar tidak membuat onar pasca-pengumuman. Bahka dia mengancam akan menindak tegas pelaku kerusuhan. "Tindakan membalas dendam akan ditangani dengan sangat tegas," katanya.
Pada Rabu 15 November, Chiwenga mengerahkan pasukan dan kendaraan militer untuk mengepung kediaman Mugabe. Meski terdengar suara tembakan sepanjang dini hari saat itu, tapi tidak ada laporan korban.
Untuk menenangkan masyarakat, tidak lama setelah mengepung kediaman Mugabe, militer mengumumkan melalui siaran televisi bahwa tidak ada kudeta. Mereka menyebut operasi militer itu untuk mengejar pelaku kejahatan di sekitar kediaman Mugabe. Sejak itu Mugabe menjadi tahanan rumah.
Militer Zimbabwe tak ingin menggunakan cara kekerasan tapi memilih negosiasi dengan Mugabe. Salah satu pertemuan antara Chiwenga ditengahi oleh teman dekat Mugabe yang juga seorang pastor. Tapi, Mugabe bersikukuh tak akan mundur.
Sembari proses negosiasi berlangsung, desakan juga datang dari berbagai penjuru mata angin. Puluhan ribu orang turun ke jalan pada Sabtu 18 November, disusul keesokan harinya dengan pertemuan Partai Zanu-PF yang memutuskan memecat Mugabe sebagai pemimpin.
Pada Minggu, Mugabe memberikan pidato di televisi nasional. Awalnya, banyak pihak yang memprediksi dia akan mengumumkan pengunduran diri, menyusul desakan yang semakin kuat. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, dia kukuh tetap menjadi presiden. Bahkan dia seolah tidak memahami dinamika politik yang terjadi beberapa jam sebelumnya. Padahal pernyataan itu disampaikan disaksikan langsung para jenderal.
Belum lagi suara dari kelompok veteran perang, yang bahkan memintanya mundur hari itu juga.
Sempat beredar informasi pada Senin 21 November, Mugabe sebenarnya sudah menyetujui untuk mundur. Saat itu, dia dilaporkan sudah menyusun surat pengunduran diri yang akan disampaikan ke parlemen. Keputusan pengunduran diri itu diambil setelah Mugabe melakukan deal dengan militer, terkait kekebalan hukum.
Tapi sampai batas waktu yang diberikan, Senin siang, pernyataan mundur tak juga keluar dari mulutnya. Parlemen pun menggelar sidang dengan agenda pemakzulan keesokan harinya. Di situlah surat pengundaran dirinya dibacakan oleh ketua parlemen.
Editor: Anton Suhartono