Peringatan Turki ke China: Jangan Beri Label Semua Warga Uighur Teroris
ANKARA, iNews.id - Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan China tidak boleh menyebut semua etnis Muslim Uighur sebagai teroris. Hal itu dia tegaskan setelah pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Jerman.
Para pakar PBB percaya China menahan jutaan Muslim Uighur di kamp-kamp di wilayah Xinjiang barat, tempat sebagian besar etnis Uighur, minoritas Muslim terbesar, menetap.
Wilayah ini sejak lama mengalami kekerasan, yang menurut China diatur oleh gerakan "teroris" terorganisir yang mencari kemerdekaan.
"Apakah itu Turki, Turki Uighur, China Han, Buddha, atau Kristen, tidak benar memanggil semua Turki Uighur teroris hanya karena satu atau dua teroris berasal dari kelompok etnis tertentu," kata Cavusoglu, kepada wartawan di Jerman, seperti dilaporkan AFP, Senin (17/2/2020).
Cavusoglu mengadakan pembicaraan dengan Wang Yi pada Sabtu lalu saat Konferensi Keamanan Munich. Cavusoglu mengatakan dia mengangkat masalah Uighur dengan Wang.
"Turki Uighur adalah warga negara Tiongkok sehingga keinginan kami adalah agar warga Uighur menggunakan semua hak mereka sebagai warga negara kelas satu. Ini adalah harapan kami," katanya, dalam komentar yang disiarkan televisi.
Menteri Turki itu juga mengkritik pernyataan China atas hubungan antara Turki dan Uighur. Dia bersikeras ada ikatan etnis, agama, budaya dan sejarah.
Namun Cavusoglu mengatakan Turki tidak ingin menggunakan masalah itu sebagai alat politik melawan China seperti negara-negara lain, yang tidak disebut namanya.
Komentar menteri Turki itu cukup hati-hati, terutama dibandingkan dengan pernyataan juru bicara kementerian luar negeri Februari lalu yang menggambarkan perlakuan China terhadap Uighur memalukan bagi kemanusiaan.
Tahun lalu, China mengundang Turki mengirim delegasi ke Xinjiang, pertemuan yang menurut Cavusoglu bisa dilakukan tergantung pada programnya.
"Tidak mungkin mengirim delegasi hanya untuk pertemuan resmi," kata Cavusoglu.
Mayoritas negara, terutama Muslim, memilih menghindari pernyataan publik tentang masalah ini, karena takut membuat marah China yang merupakan mitra dagang penting.
Editor: Nathania Riris Michico