Perlakuan terhadap Muslimah Bercadar di Negara Barat Selama Pandemi Covid Semakin Positif
WASHINGTON, iNews.id - Satu tahun sejak wabah virus corona, masker menjadi barang yang akrab dengan aktivitas sehari-hari. Sebagian menganggap penggunaan masker adalah tanggung jawab sosial, sebagian lagi menjadikan masker sebagai fesyen gaya baru.
Penggunaan masker ternyata juga memberikan perubahan berarti kepada muslimah yang menggunakan cadar.
Anna Piela, peneliti keagamaan dan gender Universitas Northwestern, Amerika Serikat (AS), mengatakan, muslimah di Barat yang mengenakan cadar mendapatkan respons lebih positif selama pandemi Covid-19.
Dikutip dari The Conversation, Kamis (4/2/2021), Piela melakukan penelitian terhadap 40 muslimah dalam bukunya berjudul ‘Mengenakan Cadar: Perempuan Muslimah di Inggris dan AS’ yang baru saja terbit.
Dia kemudian mewawancarai 11 muslimah pada April 2020 saat penggunaan masker menjadi aturan di AS.
Kemudian pada Januari 2021, dia kembali melakukan studi terhadap 16 muslimah, tentang pengalaman mereka mengenakan cadar selama setahun atau sejak awal wabah virus corona.
Dia mendapati, para muslimah tidak terlalu merasa khawatir mengenakan cadar saat berjalan-jalan di tempat umum, di tengah orang-orang yang menggunakan masker. Beberapa muslimah tetap mengenakan masker di balik cadar, sementara lainnya menggunakan bahan yang lebih tebal sebagai pengganti masker.
Sebelum adanya pandemi atau pada 2013, hasil penelitian Piela terhadap muslimah bercadar menunjukkan mereka cenderung mendapat perlakuan tak menyenangkan, seperti prasangka buruk di ruang publik hingga di tempat kerja.
Lebih dari 80 persen muslimah yang diwawancarai mengatakan mereka mengalami beberapa pelecehan di depan umum, seperti tatapan permusuhan, komentar negatif, bahkan ada yang merobek cadar mereka hingga mengalami kekerasan fisik.
Namun, hal itu berkurang selama pandemi. Muslimah yang mengenakan cadar di AS dan Eropa mengaku mendapat reaksi jauh lebih positif. Prasangka hingga pelecehan jarang ditemukan.
Para muslimah menyebut hal ini adalah harapan sosial baru terhadap perspektif penggunaan cadar.
“Jumlah kami sangat sedikit, kami sering mendapat komentar sebagai ancaman bagi masyarakat, karena kami menutupi wajah. Sekarang argumen itu terasa hilang. Saya berharap sentimen ini tidak muncul lagi usai pandemi,” kata seorang muslimah dari Illinois.
“Saya merasa ini merupakan kesempatan sempurna bagi muslimah untuk mulai mengenakan cadar. Saya masih mencoba-coba menggunakan cadar sebelumnya, tapi sekarang, sejak Covid-19, saya memakai cadar secara utuh," kata responden lainnya.
Namun larangan penggunaan cadar wajah di beberapa negara masih menjadi perhatian, seperti di Prancis dan Quebec, Kanada. Ditambah dengan Swiss yang akan melakukan referendum aturan serupa pada pada 7 Maret 2021.
Dalam aturan itu, menutupi wajah dikaitkan dengan tanda ekstremisme suatu agama, pemisahana sosial, dan simbol penindasan muslimah.
Hal itu memancing kritik dari para cendekiawan dan aktivis selama pandemi. Mereka mengkritik pemerintah yang menegakkan undang-undang pelarangan cadar yang dinilai kontradiktif dengan aturan penggunaan masker.
Seperti di Prancis, seseorang akan didenda jika ketahuan tidak mengenakan masker di depan umum, sementara yang mengenakan cadar juga akan didenda bahkan dengan nilai lebih besar.
Editor: Anton Suhartono