Presiden Erdogan: AS Tak Bisa Jadi Mediator Damai Palestina-Israel
LONDON, iNews.id - Presiden Turki Tayyip Erdogan menegaskan Amerika Serikat (AS) telah kehilangan perannya sebagai mediator perjanjian damai Palestina-Israel setelah memindahkan kantor kedutaan besar dari Tel Aviv ke Yerusalem.
"AS telah memilih untuk menjadi bagian dari pembuat masalah ketimbang menawarkan solusi dengan langkahnya ini, serta kehilangan perannya sebagai mediator dalam proses perdamaian," kata Erdogan, dalam pidatonya di Chatham House, London, Inggris, sebagaimana dilaporkan kembali oleh AFP, Senin (14/5/2018).
Erdogan kembali menegaskan sikap Turki yang mengecam keras keputusan AS yang jelas-jelas melanggar hukum internasional ini yakni resolusi PBB.
Menurut Erdogan, keputusan AS ini juga akan berdampak menambah ketegangan di kawasan. Untuk itu, dia menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengambil langkah tegas menyudahi agresi Israel.
"Berdirinya negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kota merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan kedamaian dan stabilitas," ujarnya.
Seperti diketahui, AS memindahkan kantor kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem hari ini. Langkah ini diambil sebagai tindak lanjut atas pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada 6 Desember 2017. Langkah ini ditentang komunitas internasional karena melanggar resolusi PBB.
Dalam Sidang Umum PBB yang digelar pada 21 Desember 2017, sebanyak 128 negara mendukung resolusi baru PBB atas sikap AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota. Hanya sembilan negara yang menolak. Selain AS dan Israel, tujuh negara lain adalah Guatemala, Honduras, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palali, dan Togo.
Yerusalem Timur seharusnya menjadi ibu kota masa depan Palestina. Kini Palestina masih mengusahakan kemerdekaan.
Editor: Anton Suhartono