Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Diguncang Bom Bunuh Diri Tewaskan 12 Orang, Pakistan Tuduh India
Advertisement . Scroll to see content

Profil Abdul Qadeer Khan, Bapak Bom Nuklir Pakistan yang Dihujat Barat Dipuja Rakyat

Selasa, 02 November 2021 - 13:45:00 WIB
Profil Abdul Qadeer Khan, Bapak Bom Nuklir Pakistan yang Dihujat Barat Dipuja Rakyat
DR Abdul Qadeer Khan, Bapak Bim Nuklir Pakistan. (Foto: Reuters)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Profil Abdul Qadeer Khan atau juga dikenal sebagai AQ Khan merupakan seorang insinyur Pakistan. Dia dikenal sebagai tokoh kunci program senjata nuklir Pakistan. 

Meski dikenal sebagai Bapak Bom Nuklir Pakistan, dia merupakan pria kelahiran Bhopal, India pada 1 April 1936. Dia meninggal tahun ini tepatnya 10 Oktober 2021 di Islamabad, Pakistan dalam usia 85 tahun. 

Dilansir dari Britanica, Khan terlibat di pasar gelap teknologi nuklir selama beberapa dekade. Dia juga mengetahui bagaimana cara pengayaan uranium, desain hulu ledak nuklir dan rudal. Keahliannya pun diperdagangkan ke Iran, Korea Utara, Libya, dan mungkin negara lain.

Masa Kecil

Masa kecil Khan dihabiskan di India hingga tahun 1951. Selanjutnya pada tahun 1952, tepatnya saat dia berusia 16 tahun, keluarga Khan bermigrasi ke Pakistan Barat dan melanjutkan pendidikannya.

Pendidikan

Di Pakistan, Khan menempuh pendidikan sarjana jurusan Metalurgi di Universitas Kardachi. Dia berhasil lulus pada tahun 1960. 

Selanjutnya dia melanjutkan pendidikan pascasarjana di luar negeri. Dia melajutkan pendidikan di Berlin, Jerman dan Delft, Belanda. Pada 1967, dia menerima gelar master di bidang metalurgi.

Pada tahun 1972, dia kembali memperoleh gelar doktor di bidang teknik metalurgi dari Catholic University of Leuven di Belgia.

Keluarga

Khan menikah dengan seorang warga negara Inggris, Hendrina Reterink atau yang akrab disapa Henny Khan pada tahun 1964. Istrinya merupakan putri dari ekspatriat Belanda di Afrika Selatan dan dibesarkan di Rhodesia Utara (sekarang Zambia) sebelum akhirnya pindah ke Belanda. 

DR. AQ Khan dan putrinya Dhina Khan. (Foto: rabwah.net)
DR. Abdul Qadeer Khan dan putrinya Dhina Khan. (Foto: rabwah.net)

Dia pun dikaruniai dua putri dari pernikahan tersebut. Keduanya yakni Dina Khan dan Ayesha Khan.

Karier

Pasca-memperoleh gelar doktor, Khan bekerja di Laboratorium Penelitian Dinamika Fisik yang merupakan subkontraktor dari mitra Belanda URENCO. URENCO merupakan sebuah konsorsium perusahaan Inggris, Jerman, dan Belanda, didirikan pada tahun 1971 untuk meneliti dan mengembangkan pengayaan uranium melalui penggunaan ultrasentrifugal, yaitu sentrifugal yang beroperasi pada kecepatan yang sangat tinggi.

Di tempat kerjanya, Khan mampu memperoleh akses ke berbagai informasi tentang teknologi ultrasentrifugasi. Bahkan dia berkali-kali mengunjungi pabrik Belanda di Almelo. 

Salah satu pekerjaannya yakni menerjemahkan dokumen Jerman tentang sentrifugal canggih ke dalam bahasa Belanda.

Namun, apa yang terjadi di Pakistan pada saat itu membuatnya terpanggil. Saat itu, Pakistan kalah dari India dalam perang singkat pada tahun 1971. 

Pakistan timur juga hilang berganti negara baru Bangladesh. Selain itu, India juga menggelar uji coba alat peledak nuklir pada Mei 1974.

Maka, pada 17 September 1974, Khan menulis surat kepada Perdana Menteri Pakistan saat itu, Zulfikar Ali Bhutto. Dia menawarkan bantuannya dalam mempersiapkan bom atom. 

Dalam surat itu dia menawarkan pendapat rute uranium ke bom, menggunakan sentrifugal untuk pengayaan yang lebih baik daripada jalur plutonium (sudah berlangsung di Pakistan), yang mengandalkan reaktor nuklir dan pemrosesan ulang.

Bhutto pun bertemu Khan pada Desember 1974. PM Bhutto mendukung Khan melakukan semua yang dia bisa guna membantu Pakistan memiliki bom nuklir. 

Selanjutnya Khan mencuri gambar sentrifugal dari Belanda dan menyusun daftar pemasok terutama Eropa. Di negara-negara tersebut menyediakan suku cadang yang diperlukan.  

Pada tanggal 15 Desember 1975, dia meninggalkan Belanda menuju Pakistan, ditemani oleh istri dan dua putrinya serta membawa salinan cetak biru dan daftar pemasoknya.

DR. Khan bersama istri, Hendrina Reterink Knan (kanan), putrinya Ayesha Khan dan menantu. (Foto: rawbah.net)
DR. Abdul Qadeer Khan bersama istri, Hendrina Reterink Knan (kanan), putrinya Ayesha Khan dan menantu. (Foto: rawbah.net)

Di Pakistan, Khan awalnya bekerja dengan Komisi Energi Atom Pakistan (PAEC). Namun dia berselisih pendapat dengan pimpinannya, Munir Ahmad Khan. 

Pada pertengahan 1976, atas arahan Bhutto, Khan mendirikan Laboratorium Riset Teknik (ERL). Tujuan laboratrium ini untuk mengembangkan kemampuan pengayaan uranium. Pada Mei 1981, laboratorium tersebut berganti nama menjadi Khan Research Laboratory (KRL). 

Pusat laboratorium Khan berada di Kahuta, 50 km tenggara Islamabad. Di sana, Khan mengembangkan sentrifugal prototipe berdasarkan desain Jerman dan menggunakan daftar pemasoknya untuk mengimpor komponen penting dari perusahaan Swiss, Belanda, Inggris, dan Jerman. 

Khan berhasil membuat Pakistan memiliki senjata uraniumnya sendiri. Pada pertengahan 1980-an dia menciptakan perusahaan di Dubai, Malaysia, dan bdi tempat lain. Melalui perusahaan ini, secara diam-diam dia memperdagangkan sentrifugal, komponen, desain, dan keahliannya.

Pelanggannya termasuk Iran, yang kemudian membangun kompleks pengayaan uranium berdasarkan model Pakistan. Khan mengunjungi Korea Utara setidaknya 13 kali dan diduga telah mentransfer teknologi pengayaan ke negara itu. Libya, yang dipasok oleh Khan, juga memulai program senjata nuklir sampai dihentikan oleh Amerika Serikat pada tahun 2003.
 
Pada 31 Januari 2004, Khan ditangkap karena mentransfer teknologi nuklir ke negara lain. Pada tanggal 4 Februari, di televisi Pakistan, dia menyatakan bertanggung jawab penuh atas operasinya dan membebaskan militer dan pemerintah dari keterlibatan apa pun. 

Keesokan harinya dia diampuni oleh presiden Pakistan, Pervez Musharraf, tapi dia menjalani tahanan rumah hingga 2009. 

Warga masyarakat mengiringi kepergian Abdul Qadeer Khan, Bapak Bom Nuklir Pakistan. (Foto: Reuters)
Warga masyarakat mengiringi kepergian Abdul Qadeer Khan, Bapak Bom Nuklir Pakistan. (Foto: Reuters)

Para pengkritik Khan, khususnya di Barat, menyatakan kekecewaannya atas perlakuan lunak terhadap seorang pria yang oleh seorang pengamat disebut “penyebar nuklir terbesar sepanjang masa.” 

Namun, bagi banyak orang Pakistan, Khan tetap menjadi simbol kebanggaan. Dia seorang pahlawan yang berkontribusi besar memperkuat keamanan nasional Pakistan melawan India.

Hingga akhirnya, Khan meninggal dunia Minggu (10/10/2021) usai dinyatakan positif Covid. Khan meninggal setelah dirawat di rumah sakit. 

Editor: Umaya Khusniah

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut