Profil Masoud Pezeshkian, Presiden Terpilih Iran yang Pernah Kritik Aturan Wajib Jilbab
Pezeshkian memasuki dunia politik tak lama setelah meninggalkan kampus. Dia pindah ke Teheran pada 2000 untuk menjabat sebagai wakil menteri kesehatan di bawah pemerintahan Presiden Mohammad Khatami saat itu. Pada 2001, Khatami mengangkat Pezeshkian sebagai menteri kesehatan. Dua tahun kemudian, parlemen gagal untuk memakzulkan Pezeshkian atas tuduhan penyalahgunaan pinjaman Bank Dunia serta berbagai tudingan lain yang dilontarkan para pengkritiknya.
Pada 2008, tiga tahun setelah meninggalkan pemerintahan, Pezeshkian mencalonkan diri menjadi anggota parlemen dan berhasil meraup suara terbanyak di daerah pemilihan Tabriz. Sejak itu, dia terpilih menjadi anggota parlemen selama lima periode berturut-turut.
Dari 2016 hingga 2020, ketika kaum moderat dan reformis mengendalikan badan legislatif Iran, Pezeshkian menjabat sebagai wakil ketua parlemen. Pezeshkian sempat mencalonkan diri sebagai presiden pada 2013 tetapi mengundurkan diri tanpa memberikan dukungan kepada siapa pun. Dia kembali mencoba peruntungannya lagi pada 2021, namun didiskualifikasi dari pencalonan oleh Dewan Wali, lembaga pengawas konstitusi yang juga memeriksa para kandidat yang mencalonkan diri dalam pemilihan umum.
Pezeshkian dikenal sebagai pengikut Syiah yang taat. Dia menguasai Nahjul Balagha, kitab berisi kumpulan khotbah dan ucapan yang dikaitkan dengan Ali bin Abi Thalib. Kitab yang satu ini memang memiliki tempat khusus di kalangan Syiah di Iran.
Pezeshkian pernah mengkritik kebijakan wajib jilbab di republik itu. Tahun lalu, dia memperingatkan bahwa kebijakan tersebut hanya mendorong orang-orang untuk membenci agama.
Dia juga menyatakan keterbukaannya untuk bernegosiasi dengan Barat. Dan di masa lalu, dia mengkritik slogan-slogan yang berisi hujatan terhadap negara lain, termasuk Amerika Serikat. Namun di sisi lain, Pezeshkian juga menyatakan posisinya mendukung prinsip-prinsip Republik Islam Iran dan menegaskan bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei harus diikuti.
Pezeshkian juga terbilang vokal dalam menyuarakan pembelaan terhadap hak-hak kelompok minoritas di Iran. Akan tetapi para pengkritiknya malah menuduhnya menuruti sentimen nasionalis di antara etnik Azeri di Iran. Tuduhan itu telah dibantahnya.
Editor: Ahmad Islamy Jamil