Profil Sanae Takaichi PM Perempuan Pertama Jepang, Mantan Drummer Band Heavy Metal
Konservatif Garis Keras
Meski berstatus “pemimpin perempuan pertama”, Takaichi bukan simbol feminisme liberal. Dia justru dikenal sebagai nasionalis konservatif, dekat dengan mendiang mantan PM Shinzo Abe, dan mendukung revisi Konstitusi Jepang, termasuk pasal yang melarang perang (Pasal 9).
Takaichi juga menentang legalisasi pernikahan sesama jenis serta menolak perubahan sistem keluarga tradisional Jepang yang mewajibkan pasangan menikah memiliki nama keluarga sama.
Sikapnya itu membuat sebagian kelompok progresif kecewa, namun mendapat dukungan luas dari kalangan kanan dan kelompok religius.
Dijuluki Margaret Thatcher Jepang
Media Jepang dan Barat sering menjulukinya sebagai “Margaret Thatcher versi Jepang” yakni memiliki kareakter tegas, konservatif, dan berani mengambil keputusan tak populer. Dia kerap tampil lugas di parlemen, bahkan beberapa kali beradu argumen keras dengan oposisi.
Namun di balik citra keras itu, Takaichi tetap menonjolkan sisi uniknya, kegemaran pada heavy metal, motor besar, dan gaya bicara spontan yang membuatnya tampak berbeda dari politisi Jepang kebanyakan.
Takaichi menghadapi tantangan berat. Jepang masih bergulat dengan perekonomian stagnan, populasi menua, dan ancaman geopolitik dari China dan Korea Utara. Di dalam negeri, dia juga harus menyeimbangkan antara ideologi konservatifnya dan tuntutan modernisasi dari generasi muda.
Meski begitu, keberhasilannya menembus puncak kekuasaan di negeri yang terkenal patriarkal menjadi momen bersejarah. Dia telah membuka pintu bagi generasi baru perempuan Jepang untuk bermimpi menembus batas politik yang selama ini tertutup rapat.
Editor: Anton Suhartono