Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Tragis! Pabrik Garmen Terbakar. 16 Orang Tewas
Advertisement . Scroll to see content

Profil Sheikh Hasina, PM Bangladesh yang Lengser Keprabon: dari Sosok Prodemokrasi jadi Diktator Bengis

Selasa, 06 Agustus 2024 - 11:59:00 WIB
Profil Sheikh Hasina, PM Bangladesh yang Lengser Keprabon: dari Sosok Prodemokrasi jadi Diktator Bengis
Mantan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina. (Foto: EPA)
Advertisement . Scroll to see content

DHAKA, iNews.id - Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, mengundurkan diri dan kabur ke luar negeri dengan helikopter militer pada Senin (5/8/2024) di tengah kerusuhan yang meluas di negeri itu. Selama 15 tahun berkuasa, dia dikenal sebagai sosok diktator

Politikus berusia 76 tahun itu adalah putri dari pendiri negara dan juga mantan Presiden Bangladesh, Sheikh Mujibur Rahman. Hasina dulu bahkan memimpin pemberontakan prodemokrasi yang menggulingkan penguasa militer dan Presiden Hossain Mohammad Ershad dari kekuasaan pada 1990.

Hasina pertama kali menjadi perdana menteri setelah Partai Liga Awami yang dia pimpin memenangkan pemilihan umum pada 1996. Dia berkuasa lagi pada 2009, membantu mencapai pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Namun pada saat yang sama, kekuasaannya tumbuh semakin otokratis, mengekang kebebasan berbicara, perbedaan pendapat, dan bahkan tak segan-segan menyingkirkan oposisi di Bangladesh, negara berpenduduk 170 juta jiwa dan terpadat kedelapan di dunia.

Dilansir dari Al Jazeera, masa jabatan Hasina sebagai kepala pemerintahan perempuan terlama di Bangladesh ditandai dengan penggunaan aparat keamanan, termasuk pasukan paramiliter Batalion Aksi Cepat yang terkenal kejam dan bengis. Dikatakan bahwa, pasukan itu digunakannya untuk menculik dan bahkan membunuh para anggota oposisi dan pembangkang.

Bahkan lembaga peradilan, yang sebagian besar merupakan lembaga bipartisan, menjadi tidak konsisten selama masa jabatannya. Kediktatorannya memaksa seorang hakim terkemuka untuk meninggalkan negara itu gara-gara putusannya menentang Hasina.

Sementara media-media arus utama Bangladesh, menurut para kritikus, dikendalikan Hasina untuk menyusun dan mempertahankan narasi terhadap para penentangnya. Sebagian besar media besar itu dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan Liga Awami.

Kontrol atas media memungkinkan Hasina untuk menggambarkan para pendukungnya sebagai pewaris sah warisan kemerdekaan negara dan pencapaiannya. Pada waktu bersamaan, dia bisa dengan leluasa menggambarkan para pembangkang dan anggota oposisi dari Partai Nasionalis Bangladesh dan Jamaat-e-Islami (Majelis Islam Bangladesh) sebagai sisa-sisa faksi pengkhianat dan "ekstremis".

Mantan Perdana Menteri dan pemimpin oposisi utama Bangladesh, Begum Khaleda Zia, dipenjara pada 2018 atas tuduhan korupsi. Sementara seorang tokoh terkemuka di Jamaat-e-Islami dieksekusi mati pada 2016.

Berpangkal dari kata 'Razakar'

Namun, Hasina membuat kesalahan fatal dengan melabeli mahasiswa yang memprotes reformasi kuota lapangan kerja sebagai "Razakar". Menurut kaum terpelajar di negara itu, tindakan sang perdana menteri sudah kelewat batas.

Di Bangladesh, "Razakar" adalah istilah yang sangat sensitif dan menyakitkan hati. Kata tersebut di satu sisi berarti relawan, namun merujuk pada para pendukung operasi militer Pakistan untuk meredakan perang pembebasan Bangladesh 1971 dan dituduh melakukan berbagai kejahatan keji.

Selama konferensi pers pada 14 Juli, Hasina ditanya oleh wartaean tentang protes mahasiswa terhadap kuota pekerjaan yang telah berlangsung selama lebih dari seminggu. Sebagai tanggapan, Hasina dengan nada meremehkan berkata, "Jika cucu para pejuang kemerdekaan tidak menerima manfaat (kuota) itu, siapa yang akan menerima? Cucu para Razakar?"

Komentarnya langsung memicu protes. Para mahasiswa merasa pernyataannya secara tidak adil mengabaikan upaya mereka untuk melawan sistem kuota yang diskrimintatif dalam memberikan kesempatan kerja yang setara di bidang pemerintahan. Sistem kuota yang diterapkan Hasina menyediakan sekitar 30 persen posisi untuk keturunan para pejuang kemerdekaan Bangladesh pada gerakan pembebasan tahun 1971.

Sejak kata "Razakar" itu terlontar dari mulut Hasina, para mahasiswa pun mulai berunjuk rasa dalam hitungan jam saja. Mereka berbaris melalui kampus Universitas Dhaka, meneriakkan slogan provokatif: "Siapakah Kita? Kita ini Razakar!" seru mereka.

Tanggapan Hasina pun sangat keras. Dia melibatkan sayap mahasiswa partainya, Liga Chhatra Bangladesh (BCL), dan polisi untuk meredakan aksi protes massal kaum pelajar itu. Hal tersebut menyebabkan pecahnya kekerasan yang memakan korban jiwa pada 16 Juli. Insiden tersebut menyebabkan enam orang tewas.

Selama empat hari berikutnya, lebih dari 200 orang tewas, dan sebagian besar adalah kalangan pelajar dan warga biasa. Sementara polisi dan kader bersenjata BCL melepaskan tembakan peluru tajam.

Alih-alih mengutuk kekerasan tersebut, Hasina justru berfokus pada kerusakan pada properti pemerintah, seperti rel kereta bawah tanah dan gedung-gedung televisi milik negara.

Naik ke tampuk kekuasaan

Hasina lahir pada 1947 di wilayah yang dulunya disebut Pakistan Timur (Bangladesh hari ini). Perempuan itu aktif berpolitik sejak usia muda. Ayahnya, Sheikh Mujibur Rahman, yang dikenal sebagai "Bapak Bangsa", memimpin Bangladesh menuju kemerdekaan dari Pakistan pada 1971 dan menjadi presiden pertama negara itu.

Pada saat itu, Hasina telah dikenal sebagai pemimpin mahasiswa terkemuka di Universitas Dhaka. Pembunuhan ayahnya dan sebagian besar keluarganya selama kudeta militer 1975, membuat dia dan adik perempuannya menjadi satu-satunya yang selamat, karena mereka sedang berada di luar negeri saat itu.

Setelah menghabiskan waktu di pengasingan di India, Hasina kembali ke Bangladesh pada 1981 dan mengambil alih kepemimpinan Liga Awami, partai yang didirikan ayahnya.

Dia memainkan peran penting dalam mengorganisasi protes prodemokrasi terhadap pemerintahan militer Jenderal Hussain Muhammad Ershad, yang dengan cepat memperoleh perhatian seantero negeri Asia Selatan itu. Hasina pertama kali menjadi perdana menteri pada 1996, dan memperoleh pengakuan atas keberhasilannya mengamankan perjanjian pembagian air dengan India dan perjanjian damai dengan kelompok pejuang berbasis kesukuan di Bangladesh tenggara.

Namun, pemerintahannya menghadapi kritik atas dugaan korupsi dan anggapan favoritisme terhadap India, yang menyebabkannya kehilangan kekuasaan dari mantan sekutunya yang berubah menjadi saingannya, Begum Khaleda Zia. Pada 2008, Hasina terpilih kembali sebagai perdana menteri dalam kemenangan telak dan kemudian memimpin pemerintahan selama 16 tahun berikutnya.

Selama masa jabatannya yang panjang, pemerintahan Hasina diwarnai oleh penangkapan politik yang meluas dan pelanggaran berat, seperti penghilangan paksa dan pembunuhan di luar hukum. Menurut catatan Human Rights Watch (HRW), sejak Sheikh Hasina menjabat pada 2009, aparat keamanan di negara itu telah terlibat dalam lebih dari 600 kasus penghilangan orang secara paksa.

Editor: Ahmad Islamy Jamil

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut