MOSKOW, iNews.id - Rusia menarik diri dari perjanjian penangkapan ikan yang dibuat dengan Inggris oleh pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev pada 1956. Keputusan tersebut menunjukkan semakin dalamnya jurang pemisah antara Rusia dan Barat setelah dua tahun berlangsungnya konflik Ukraina.
Perjanjian penangkapan ikan Soviet dan Inggris ditandatangani di London pada Mei 1956. Kesepakatan tersebut tampaknya dibuat untuk menurunkan tensi Perang Dingin. Khrushchev pada tahun itu mengecam pendahulunya, Josef Stalin, dan mengusulkan hidup berdampingan secara damai dengan Barat dan bahkan mengunjungi Inggris pada April.
AS Klaim Rencana Iran Bunuh Duta Besar Israel di Meksiko Berhasil Digagalkan
Kesepakatan penangkapan ikan 1956 mengizinkan kapal-kapal Inggris memasuki daerah penangkapan ikan yang kaya di Laut Barents, pantai Semenanjung Kola, dan di sepanjang pantai Pulau Kolguyev.
“Ketika Nikita Khrushchev menerima kesepakatan ini pada 1956, sulit untuk mengatakan apa yang mengilhaminya, tapi itu jelas bukan kepentingan nasional (Rusia),” ungkap Ketua Duma Negara (DPR) Rusia, Vyacheslav Volodin, dalam sebuah pernyataan, Kamis (22/2/2024).
Kota Avdiivka Jatuh ke Tangan Rusia, 1.000 Tentara Ukraina Diduga Ditangkap Pasukan Moskow
"Orang Inggris perlu mempelajari beberapa peribahasa: 'Orang Rusia memanfaatkan kudanya secara perlahan, namun menungganginya dengan cepat'," ujar pemimpin parlemen Rusia itu lagi.
Agresi militer besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 memicu konfrontasi paling serius antara Moskow dan negara-negara Barat sejak krisis rudal Kub 1962. Masing-masing pihak menganggap pihak lain sebagai musuh abadi.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro Anggap Rusia Sudah Kalahkan Barat dalam Perang Ukraina
Presiden Vladimir Putin menggambarkan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya sebagai kerajaan yang sedang runtuh dan ingin menghancurkan Rusia dan mencuri sumber daya alamnya. Sementara Barat menganggap Putin sebagai pembunuh dan Rusia di bawah pimpinan Putin sebagai musuh.
Setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina, negara-negara Barat memberikan sanksi terberat yang pernah mereka jatuhkan terhadap negara-negara dengan perekonomian besar. Rusia menganggap sanksi tersebut sebagai deklarasi perang ekonomi, meskipun ekonominya tumbuh 3,6 persen tahun lalu.
Volodin, yang juga sekutu dekat Putin, memandang runtuhnya Uni Soviet pada 1991 sebagai sebuah tragedi. Dia pun menganggap pemimpin Soviet terakhir, Mikhail Gorbachev, sebagai korban tipu daya Barat hingga kebijakannya justru mempermalukan Rusia.
“Dengan Gorbachev, kita kehilangan negara kita, dan dengan Putin kita mendapatkannya kembali,” kata Volodin.
Editor: Ahmad Islamy Jamil
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku