Saudi Tolak Delegasi Iran di Pertemuan OKI Membahas Rencana Perdamaian Timur Tengah Trump

DUBAI, iNews.id - Arab Saudi mencoret Iran dari daftar anggota pertemuan darurat tingkat menteri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang berlangsung di Jeddah, Senin (3/2/2020).

Pertemuan tersebut membahas rencana perdamaian Timur Tengah yang diusulkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Baca Juga

Polusi Udara Melanda New Delhi, Warga Serukan Demonstrasi Massal

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi mengatakan, otoritas Saudi tidak mengeluarkan visa bagi delegasi Iran.

"Pemerintah Arab Saudi menghalangi keikutsertaan delegasi Iran dalam pertemuan yang membahas rencana 'kesepakatan abad ini' di kantor pusat Organisasi Kerja Sama Islam," kata Mousavi, seperti diberitakan kantor berita Fars.

Baca Juga

Arab Saudi Hargai Upaya Trump soal Usulan Perdamaian Timur Tengah, Tegaskan Tetap Dukung Rakyat Palestina

Iran, lanjut dia, sudah mengajukan keberatan kepada OKI serta menuding Saudi menyalahgunakan posisinya sebagai tempat markas kantor pusat organisasi tersebut.

Sejauh ini belum ada komentar dari pejabat Saudi terkait penolakan delegasi Iran.

Baca Juga

Komandan Pasukan Elite Iran Soleimani Tewas, Saudi Minta Semua Pihak Tahan Diri

Iran menentang rencana perdamaian Israel-Palestina yang diusulkan Trump. Selain itu para pemimpin Palestina juga menolak rencana tersebut.

Pada awal Januari, Amerika Serikat pernah menolak pemberian visa kepada Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Mohammad Javad Zarif yang akan menghadiri pertemuan PBB.

Zarif sedianya menghadiri pertemuan Dewan Keamanan PBB (DK) di Markas Besar PBB, New York, pada 9 Januari 2020.

Keputusan ini diambil setelah AS membunuh komandan pasukan elite Quds, Garda Reovulsi Iran, Qasem Soleimani di Irak. Sejak itu ketegangan kedua negara meningkat.

Berdasarkan Perjanjian Markas Besar pada 1947, AS seharusnya memberikan akses kepada diplomat asing untuk datang ke PBB. Namun AS berdalih dapat menolak pengajuan visa karena alasan keamanan, terorisme, dan kebijakan luar negeri.

Editor: Anton Suhartono