Sejarah Runtuhnya Kekaisaran Rusia, 1.400 Rakyat Mati Sia-sia
JAKARTA, iNews.id - Sejarah runtuhnya kekaisaran Rusia menjadi bahasan menarik. Kekaisaran Rusia adalah salah satu pemerintahan monarki terbesar yang pernah ada di dunia.
Runtuhnya kekaisaran ini menjadi tonggak lahirnya Uni Soviet, ideologi komunis, hingga Rusia yang saat ini. Oleh karena itu, keruntuhan kekaisaran Rusia memiliki pengaruh bagi sejarah dunia saat ini, khususnya dalam hal politik.
Berbicara mengenai runtuhnya Kekaisaran Rusia, tentu akan membahas mengenai Dinasti Romanov, Tsar Nicholas II, hingga seputar Revolusi Bolshevik.
Sebelum mengulas mengenai runtuhnya Kekaisaran Rusia, penting untuk memahami gambaran latar kondisi di masa-masa terakhir kekuasaan Tsar Nicholas II. Memiliki nama lengkap Nikolai II Alexandrovich Romanov, Tsar Nicholas II adalah kaisar terakhir yang berkuasa.
Ia adalah putra tertua dari Tsar Alexander III yang naik tahta pada tahun 1894 untuk menggantikan ayahnya.
Sayangnya, Tsar Alexander III tampaknya tidak mempersiapkan putranya dengan baik untuk mengemban jabatan tertinggi di Rusia yang saat itu tengah dilanda gejolak politik.
Berbagai sumber menyebut bahwa Tsar Nicholas II sebenarnya tidak sepenuhnya siap mangkat menjabat sebagai raja. Caranya memimpin sangat dipengaruhi model pemerintahan sang ayah.
Padahal, Alexander sendiri adalah seorang otokrat yang ketat yang memegang teguh prinsip bahwa Tsar harus memerintah dengan tangan besi. Oleh karena itu, tidak heran jika Kekaisaran Rusia sangat otoriter.
Tsar melarang siapapun di Kekaisaran Rusia berbicara non-Rusia, represif terhadap kebebasan pers, dan sangat keras sehingga membuat lemah institusi politik rakyat.
Nicholas II mewarisi pemerintahan tangan besi sang ayah di tengah kondisi Rusia yang penuh gejolak. Bahkan beberapa hari setelah penobatannya di tahun 1894, terjadi peristiwa berdarah yang menewaskan 1.400 rakyat meninggal karena penyerbuan besar-besaran.
Warga saat itu berkumpul di lapangan besar di Moskow untuk menerima hadiah penobatan dan souvenir.
Nahas, hari itu justru berakhir menjadi tragedi karena berdesakan. Itu insiden yang buruk untuk memulai pemerintahan. Rakyat bahkan memberi julukan kepada raja baru mereka sebagai “Nicholas the Bloody.”
Situasi bertambah pelik ketika pada tahun 1905, pemerintah membunuh ratusan orang yang melakukan protes dalam gerakan Russian Revolution of 1905.
Revolusi Industri Rusia juga mulai menunjukkan pengaruh signifikan. Partai Sosialis-Revolusioner menuntut berlakukannya distribusi tanah untuk para petani.
Kelompok radikal lain adalah Partai Tenaga Kerja Sosial-Demokrat, yakni salah satu partai Marxisme di Rusia.
Sosial-Demokrat berbeda dari Sosialis-Revolusioner, mereka percaya bahwa revolusi harus berawal dari para pekerja dan buruh di perkotaan, bukan oleh kaum tani.
Kondisi tidak berpihak pada Nicholas II karena ia melakukan banyak perang yang tak ingin dilakukan oleh rakyatnya, Pada tahun 1904 dan 1905, terjadi Russo-Japanese War yakni perang Rusia melawan Jepang yang dimenangkan oleh Jepang.
Total korban dari pihak Rusia diperkirakan berkisar antara 43.300 hingga 120.000 orang.