Sosok Jamal Khashoggi, Jurnalis yang Pernah Dekat Osama bin Laden
ANKARA, iNews.id - Jamal Khashoggi meniti karier sebagai seorang reporter saat sudah berteman dengan Osama bin Laden, hingga kemudian menjadi pembangkang terkemuka Arab Saudi yang harus meninggalkan negaranya.
Sebelum hilang di konsulat Saudi di Istanbul, Turki, keputusan Khashoggi untuk mengasingkan diri membuatnya harus membagi waktunya antara Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Turki.
Dia meninggalkan Arab Saudi pada September 2017, setelah berbeda pendapat dengan penguasa kerajaan Saudi.
Dari luar negeri, dia menyebarkan pandangan kritis terhadap Pemerintah Saudi lewat kolomnya di koran AS, The Washington Post, dan akun Twitternya yang sangat populer dengan lebih 1,6 juta pengikut.
Berikut sosok Jamal Khashoggi.
1. Perjalanan ke Afghanistan
Pria berusia 59 tahun ini memulai kariernya sebagai wartawan di Saudi setelah lulus dari sebuah universitas AS pada 1985.
Selama bekerja di koran Al Madina pada 1990-an, dia banyak menulis soal milisi berhaluan Islam yang pergi ke Afghanistan untuk melawan invasi Soviet.
Dia beberapa kali mewawancarai satu pria Arab Saudi, Osama bin Laden. Dia mengaku sudah mengenal bin Laden sejak masih muda. Saat itu, bin Laden belum menjadi tokoh yang dikenal di Barat sebagai pemimpin Al Qaeda.
Khashoggi mengunjungi bin Laden di gua-gua pegunungan Tora Bora, selain mewawancarainya di Sudan pada 1995.
Beberapa tahun kemudian, Khashoggi sendiri diwawancarai media Jerman, Der Spiegel, pada 2011 terkait dengan hubungannya dengan Osama bin Laden.
Khashoggi mengakui menyebarkan pandangan bin Laden di masa lalu dengan menggunakan cara tidak demokratis seperti menyusupi sistem politik atau menggunakan kekerasan untuk membebaskan dunia Arab dari rezim korup.
2. Membela Reformasi
Sejak saat itu, dia menjadi salah satu pemikir progresif yang paling banyak menyatakan pandangan tentang negaranya. Khashoggi sering dikutip oleh media Barat sebagai seorang ahli radikalisme Islam.
Dia juga dipandang sebagai salah satu orang yang berada di dalam lingkaran sistem Saudi karena banyak mengenal orang penting. Dia juga bergaul dengan keluarga kerajaan.
Khashoggi bekerja di sejumlah media Arab dan saluran TV, memulai karier sebagai wartawan asing sampai menjadi pemimpin redaksi.
Namun, dia harus dua kali meninggalkan pekerjaannya di koran Al Watan pada 2003 dan 2010, karena tulisannya yang kritis terhadap kelompok Islam yang mendominasi Arab Saudi, pendukung Salafisme yang dikenal akan pemahaman agama yang ketat.
Pada tahun-tahun itu, Khashoggi meninggalkan Saudi untuk menjadi penasihat media Pangeran Turki bin Faisal, mantan kepala intelijen Saudi yang menjadi duta besar Saudi untuk Inggris dan kemudian untuk AS.
Pada 2010, miliarder Saudi, Alwaleed bin Talal menugaskan Khashoggi memimpin stasiun TV barunya yang bermarkas di Bahrain.
3. Pergolakan Arab
Pada 2012, dia dipilih memimpin saluran berita Al Arab yang didukung Saudi, yang dipandang sebagai saingan Al Jazeera yang didanai Qatar. Namun, tak kurang dari 24 jam setelah diluncurkan, stasiun TV baru di bawah pimpinan Khashoggi ini ditutup karena menyiarkan wawancara dengan tokoh oposisi Bahrain.
Sementara itu, Khashoggi juga memberikan sejumlah wawancara dengan media asing, mengecam monarki absolut Saudi dengan mengatakan sistem demokratis diperlukan bagi kestabilan negara di masa depan.
Ketika pergolakan Arab pecah, Khashoggi berpihak pada kelompok oposisi yang mendesak perubahan di Mesir dan Tunisia.
Pandangannya sangat bertolak belakang dengan kebijakan resmi Kerajaan Saudi, yang memandang pemberontakan Arab sebagai ancaman.
4. Beda Pendapat Terkait Donald Trump
Pada Desember 2016, saat Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammad bin Salman membina hubungan dengan presiden AS yang baru terpilih, Donald Trump, Khashoggi disebut mempertanyakannya.
Sejumlah laporan media Arab mengisyaratkan tulisannya tentang masalah ini telah disensor.
Khashoggi juga kritis terhadap keputusan Pemerintah Saudi yang memutus hubungan dengan Qatar. Dia mendesak kerajaan itu berteman dengan Turki terkait sejumlah masalah kawasan. Negara itu dipandang dekat dengan Qatar.
Wartawan veteran ini lalu pergi ke AS pada September 2017. Khashogi menuduh pemimpin de-facto Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammad bin Salman, menindas para pemrotes.
5. 'Bertingkah Laku Mirip Putin'
Khashoggi dengan berani juga mengkritik Pangeran Salman bersikap otoriter, bahkan menyebutnya mirip dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Saya meninggalkan rumah saya, keluarga saya dan pekerjaan saya dan saya menyuarakan pandangan saya dengan tegas, jika tidak melakukannya sama saja dengan mengkhianati orang-orang yang dipenjara. Saya bisa bersuara, sementara banyak orang lain tidak bisa," kata Khashoggi.
"Saya bisa mengatakan Mohammad bin Salman bertingkah laku seperti Putin. Dia menerapkan hukum dengan sangat berpihak," tulisnya, lewat kolomnya di The Washington Post.
Khashoggi melanjutkan kritikannya terhadap pemimpin Saudi sampai dia memasuki gedung konsulat di Istanbul. Itulah terakhir kalinya dia muncul.
Pada Selasa (2/10/2018), Khashoggi memasuki kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, untuk mempersiapkan dokumen terkait rencana pernikahannya dengan perempuan Turki. Sejak memasuki kantor konsulat, dia tak diketahui jejaknya.
Sumber di Turki, mengutip polisi yang melakukan penyelidikan, meyakini Khashoggi tewas dibunuh di konsulat. Menurut sumber itu, Saudi membunuh jurnalis di dalam konsulatnya, bahkan ada tim khusus pembunuh yang memutilasi wartawan itu menjadi potongan-potongan sehingga tubuhnya dapat dipindahkan dengan menggunakan van.
Namun, Saudi membantah dan menyebut laporan itu tidak benar. Kasus ini memicu ketegangan diplomatik antara Saudi dan Turki.
Editor: Nathania Riris Michico