Sosok Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Mantan Aktor Kini Panglima Angkatan Bersenjata Lawan Rusia
JAKARTA, iNews.id - Volodymyr Zelensky, 3 tahun lalu saat memenangkan pemilihan presiden (pilpres) Ukraina, mungkin tak menyangka akan berperang dengan negara adidaya yang juga tetangga, Rusia. Saat itu dia juga berjanji akan mengakhiri perang dengan kelompok separatis yang didukung Rusia di perbatasan timur negaranya.
Akankah serangan Rusia ini menjadi kehancuran karier politik mantan aktor komik berusia 44 tahun itu? Kemarahan Presiden Rusia Vladimir Putin kepada Zelensky bermula 2 tahun lalu setelah dia meminta agar NATO menerima Ukraina sebagai anggota.
Mimpi buruk pun terjadi pada Kamis (24/2/2022) dini hari. Zelensky gagal menjadikan Ukraina anggota NATO dan kini mengandalkan kekuatan sumber daya di dalam negeri, mengajak warga sipil bertempur habis-habisan melawan militer Rusia yang di atas kertas lebih unggul dalam semua segi.
Saat Rusia menghujani kota-kota Ukraina, termasuk Ibu Kota Kiev, pada Kamis pagi, Zelensky mengimbau semua warga untuk ikut berjuang. Senjata akan diberikan kepada semua yang mampu menggunakannya.
"Rusia dengan licik menyerang negara kita pagi ini seperti dilakukan Nazi Jerman saat Perang Dunia II. Rusia telah memulai cara kejahatan, tapi Ukraina membela diri dan tidak akan melepaskan kemerdekaan, tidak peduli apa yang dipikirkan Moskow," kata Zelensky, dalam pidatonya.
Sehari sebelumnya, dia juga mengeluarkan dekrit wajib militer bagi warga berusia 18-60 tahun sebagai komponen cadangan. Saat itu memang belum ada gelagat serangan Rusia sehingga Zelensky belum menentukan mobilisasi.
"Kita perlu segera mengisi kembali tentara serta formasi militer lainnya. Sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Ukraina, saya mengeluarkan dekrit wajib militer cadangan untuk periode khusus. Kita harus meningkatkan kesiapan tentara untuk menghadapi semua kemungkinan," katanya.
Dia juga mengkritik para kedutaan besar asing dan pengusaha Ukraina yang meninggalkan negara itu atas alasan keamanan. Zelnsky mengulangi seruan kepada para pengusaha agar tetap bertahan dengan alasan kepergian mereka sama saja sengaja membantu Presiden Putin untuk mengacaukan Ukraina.
Namun dalam beberapa pekan terakhir, Zelensky berhasil mendapat pujian para pemimpin Barat atas ketenangan dan seruannya kepada warga Ukraina untuk tidak panik, meski Rusia menempatkan hingga 150.000 pasukan di dekat perbatasan.
Zelensky bisa dibilang tak punya pengalaman memimpin negara di masa perang. Dia menjadi terkenal dalam serial televisi 'Servant of the People', berperan sebagai guru sekolah yang jujur. Nasib mengubah perjalanan hidupnya dengan terpilih sebagai presiden.
Saat itu dia diuntungkan atas ketidakpuasan publik terhadap elite politik korup Ukraina, sehingga meraih kemenangan mutlak atas pesaing utama seorang pengusaha kaya, Petro Poroshenko, dalam pilpres pada April 2019.
Setelah memenangkan kursi presiden dengan perolehan suara telak, dia berjanji untuk mengatasi korupsi yang merusak transisi Ukraina dari komunisme ke demokrasi. Namun di balik visinya, Rusia selalu menjadi penghalang terbesar untuk membangun Ukraina sebagai negara Eropa yang modern, demokratis, dan stabil.
Partai Servant of the People, diambil dari nama serial televisi yang dimainkannya, juga menang telak dalam pemilihan anggota parlemen pada Juli 2019.
"Ini adalah wajah baru. Saya belum pernah terjun ke dunia politik," katanya, kepada Reuters, saat itu.
Soal hubungan keluar, Zelensky awalnya mengupayakan beberapa langkah membangun kepercayaan dengan Rusia soal pemberontakan di Ukraina timur, termasuk pertukaran tahanan.
Namun Rusia sejak awal sudah mengambil sikap tegas soal pemberontakan di Ukraina. Pada 2014, pasukan Putin merebut Semenanjung Krimea dari Ukraina. Sejak itu Rusia terus mendukung kelompok separatis yang memerangi pasukan Ukraiana di wilayah Donbass. Perang sejak 2014 telah merenggut sedikitnya 15.000 nyawa.
Menyadari betul situasinya, Zelensky mendekat ke Barat, termasuk merayu Presiden AS Joe Biden saat bertemu di Gedung Putih pada 1 September 2021.
"Semua orang harus paham, kami sedang berperang. Kami memperjuangkan demokrasi di Eropa dan membela negara. Oleh karena itu Anda tidak bisa hanya berbicara kepada kami menggunakan frase tentang reformasi. Setiap hari kami membuktikan, siap bergabung di aliansi (NATO) lebih dari sebagian besar negara Uni Eropa," kata Zelensky, pada Juni 2021.
Editor: Anton Suhartono