Surati Parlemen Eropa, Brunei Bela Hukuman Mati Terhadap Kaum LGBT
BANDAR SERI BEGAWAN, iNews.id - Brunei Darussalam menyurati Parlemen Eropa sebagai upaya untuk mempertahankan keputusannya dalam menjatuhkan hukuman mati terhadap hubungan seksual sesama jenis. Brunei mengklaim kebijakan itu diterapkan untuk menjaga kesucian garis keturunan keluarga dan pernikahan.
Dalam sepucuk surat kepada para Anggota Parlemen Eropa (MEP) tertanggal 15 April, perwakilan negara itu di UE menuliskan bahwa Brunei memberlakukan undang-undang sendiri untuk menjaga nilai-nilai tradisional, agama dan budayanya.
"Tidak ada standar umum yang bisa diterapkan di semua negara," demikian isi surat tersebut, seperti dilaporkan ABC News, Rabu (24/4/2019).
Brunei, mantan jajahan Inggris yang berpenduduk mayoritas Muslim dengan populasi sekitar 400.000, mulai menerapkan hukum Syariah pada 3 April. Negara itu menghukum sodomi, perzinahan, dan pemerkosaan dengan hukuman mati, termasuk dengan melempari batu; dan pencurian dengan amputasi.
Dalam surat itu, Brunei menyerukan "toleransi dan penghormatan" atas kedaulatan dan nilai-nilainya, dan mengatakan hukum Syariah dan sistem hukum umum akan berjalan secara paralel untuk menjaga perdamaian dan ketertiban.
"Kriminalisasi perzinahan dan sodomi dilakukan untuk menjaga kesucian garis keturunan keluarga dan pernikahan umat Muslim, terutama perempuan," lanjut pernyataan itu.
"Dengan demikian pelanggaran itu tidak akan berlaku untuk non-Muslim kecuali tindakan perzinahan atau sodomi dilakukan dengan seorang Muslim."
Disebutkan pula, kematian dengan dilempari batu dan amputasi dikenakan atas pelanggaran pencurian, perampokan, perzinahan, dan sodomi.
"(Kematian dengan dilempari batu dan amputasi) memiliki ambang pembuktian yang sangat tinggi yang membutuhkan tidak kurang dari dua atau empat orang yang bermoral dan memiliki kesalehan tinggi sebagai saksi."
"Mirip dengan sistem hukum umum, praduga tak bersalah dan proses hukum sangat ketat dianut dalam memastikan pengadilan yang adil," sebut surat itu.
Parlemen Eropa mengecam Brunei setelah surat itu muncul. Parlemen Eropa mengadopsi sebuah resolusi untuk mengutuk berlakunya KUHP Syariah yang dinggap terbelakang itu dan mendesak pihak berwenang Brunei segera mencabutnya.
Dalam pernyataan, Parlemen UE menyebut hukum itu disahkan dengan dukungan.
Para anggota Parlemen juga meminta Uni Eropa mempertimbangkan pembekuan aset dan larangan visa di Brunei, dan untuk mencekal sembilan hotel yang dimiliki oleh Badan Investasi Brunei, termasuk The Dorchester di London dan The Beverley Hills Hotel di Los Angeles.
"Pemerintah Brunei mencoba untuk mengecilkan kemunduran yang mengerikan, mengerikan untuk hak asasi manusia," kata Barbara Lochbihler, seorang anggota Parlemen dan penulis utama resolusi parlemen tersebut.
"Kami tak bisa mengecualikan kemungkinan bahwa mereka mulai menerapkan ini."
Federica Mogherini, perwakilan Uni Eropa untuk urusan luar negeri, menambahkan bahwa hukuman itu tak bisa dibela.
"Tidak ada kejahatan yang membenarkan amputasi atau penyiksaan, apalagi hukuman mati," katanya kepada Parlemen ketika resolusi itu diperdebatkan.
"Seharusnya tidak ada orang yang dihukum karena mencintai seseorang."
Naqib Adnan, sekretaris kedua Kedutaan Brunei untuk Uni Eropa, menolak berkomentar terkait hal itu.
Editor: Nathania Riris Michico