Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : BPOM Tegaskan Inhaler Hong Thai Formula 2 Produk Ilegal!
Advertisement . Scroll to see content

Surati Rektor, Thailand Ingin Mahasiswa Hentikan Tuntutan Reformasi Monarki

Senin, 14 September 2020 - 09:09:00 WIB
Surati Rektor, Thailand Ingin Mahasiswa Hentikan Tuntutan Reformasi Monarki
Thailand desak kalangan kampus agar melarang mahasiswa menuntut reformasi monarki (Foto: AFP)
Advertisement . Scroll to see content

BANGKOK, iNews.id - Pemerintah Thailand meminta kalangan kampus agar melarang mahasiswa mereka menggulirkan reformasi sistem monarki. Otoritas Thailand telah mengirim surat kepada para rektor universitas untuk menghadiri sosialisasi larangan tersebut.

Thailand diguncang unjuk rasa hampir setiap hari sejak pertengahan Juli dengan tuntutan pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan O Cha, seorang mantan pemimpin junta militer. Massa juga mendesak reformasi Konstitusi dan digelarnya pemilihan umum baru.

Selain itu beberapa kelompok dengan berani mengusung 10 tuntutan tabu, yakni memangkas kekuasaan Istana Raja Maha Vajiralongkorn.

Senator Somchai Sawangkarn mengatakan, surat telah dikirim kepada gubernur untuk dilanjutkan kepada para rektor. Mereka diundang untuk menghadiri pertemuan pekan ini. Sebagian besar universitas di Thailand mendapat biaya dari negara bagian atau provinsi.

"kalangan universitas harus membuat pemahaman dengan mahasiswa tentang hal ini dan harus menghentikan tuntutan (reformasi) monarki," kata anggota senat dari militer itu, dikuti dari Reuters, Senin (14/9/2020).

Dia menegaskan tak ada rencana pemerintah untuk melarang unjuk rasa, melainkan hanya ingin memberikan pemahaman kepada kalangan kampus, terutama terkait 10 tuntutan terkait kerajaan.

Seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri membenarkan surat itu telah dikirim dan mengatakan itu merupakan prosedur standar.

Aktivis mahasiswa Panusaya 'Rung' Sithijirawattanakul (21) yang berada di balik 10 tuntutan reformasi monarki, mengatakan, langkah tersebut menunjukkan kondisi yang putus asa.

"Mereka menggunakan taktik ini untuk mencoba menekan dan mengancam orang," kata perempuan yang pernah ditangkap dalam unjuk rasa sebelumnya, namun dibebaskan dengan jaminan.

Sementara itu surat yang diterima salah satu universitas dan dilihat Reuters, mengungkap, "Ada kekhawatiran perilaku beberapa kelompok yang ambil bagian dalam unjuk rasa tidak pantas, misalnya mereka ingin menggulingkan monarki dan menuntut pembatalan Pasal 112 KUHP."

Pasal 112 mengacu pada hukum penjara hingga 15 tahun karena menghina raja.

Disebutkan dalam surat, "Ini merupakan masalah sensitif yang dapat menyebabkan kekerasan." Isi bagian ini merujuk pada insiden 1976 dan 1992, saat pasukan keamanan menewaskan sejumlah pengunjuk rasa anti-pemerintah.

Sementara itu juru bicara pemerintah Anucha Burapachaisri mengaku tidak tahu mengenai adanya surat seperti itu dari Kementerian Dalam Negeri.

Dia mengatakan pemerintah tidak akan menghentikan unjuk rasa, namun pihak berwenang akan menegakkan hukum dan tidak akan menoleransi pelanggaran.

Editor: Anton Suhartono

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut