Taiwan Tolak Konsep Satu Negara Dua Sistem dari China: Rakyat yang Putuskan Masa Depannya!
TAIPEI, iNews.id - Taiwan menolak konsep Satu Negara Dua Sistem sebagaimana tercantum dalam Buku Putih terbaru yang diterbitkan China. Seperti diketahui China menerbitkan Buku Putih pasca-ketegangan terbaru dengan China dipicu kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi pekan lalu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Taiwan Joanne Ou, merespons Buku Putih itu, menegaskan Taiwan yang berhak menentukan pemerintahannya sendiri.
"Hanya rakyat Taiwan yang dapat memutuskan masa depannya," kata Joanne, dikutip dari Reuters, Kamis (11/8/2022).
Dia menambahkan, China menggunakan alasan kunjungan Pelosi sebagai alasan untuk mengintimidasi rakyat Taiwan. Sehari setelah kunjungan Pelosi, Komando Armada Timur Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China menggelar latihan perang terbesar di sekitar Taiwan, termasuk menembakkan empat rudal balistik yang melintasi langit Ibu Kota Taipei.
Dalam Buku Putih terbaru, China menarik kembali janji yakni tidak akan mengirim pasukan atau pejabat ke Taiwan setelah proses penyatuan atau unifikasi wilayah tersebut. China bertekad merebut kembali Taiwan, meskipun harus menggunakan kekuatan militer.
Ini berbeda dengan Buku Putih yang terbit pada 1993 dan 2000, China menegaskan tidak akan mengirim pasukan atau pejabat pemerintah ke Taiwan pasca-unifikasi. Langkah itu diambil agar Taiwan bisa menikmati otonomi penuh setelah menjadi bagian atau pemerintahan khusus China.
Partai Komunis China mengusulkan agar Taiwan kembali ke pemerintahan Satu Negara, Dua Sistem, mirip dengan Hong Kong setelah diserahkan ke China dari Inggris pada 1997.
Dengan berstatus otonomi penuh, Taiwan bisa mempertahankan sistem demokrasi dan kebebasannya.
Sementara itu dalam Buku Putih tahun 2000 disebutkan, Taiwan bisa menegosiasikan apa pun selama mengakui hanya ada satu negara yakni China dan tidak memilih merdeka. Bagian itu juga hilang pada Buku Putih baru yang bertajuk "Masalah Taiwan dan Reunifikasi China di Era Baru" tersebut.
Editor: Anton Suhartono