Tak Tanggung-Tanggung, AS Jatuhkan Sanksi 280 Perusahaan terkait Perang Rusia-Ukraina
WASHINGTON, iNews.id - Amerika Serikat (AS) mengumumkan sanksi terbaru terkait perang Rusia di Ukraina. Tak tanggung-tanggung, kali ini sanksi mengincar sekitar 280 entitas dari banyak negara, paling banyak China.
Departemen Keuangan menjatuhkan sanksi terhadap hampir 200 target sementara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS mengincar lebih dari 80 target.
Sanksi di antaranya mengincar 20 perusahaan yang berbasis di China dan Hong Kong. Otoritas AS mengklaim telah memberikan peringatan berulang kali terhadap perusahaan-perusahaan tersebut mengenai peran mereka terhadap militer Rusia. Peringatan juga diberikan selama kunjungan Menteri Keuangan Janet Yellen dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken baru-baru ini.
Selain itu, sanksi juga dijatuhkan kepada target yang berlokasi di Rusia, Azerbaijan, Belgia, Turki, Uni Emirat Arab, dan Slovakia. Entitas di negara-negara tersebut dituduh memberikan peluang kepada pemerintah Rusia untuk memperoleh teknologi dan peralatan yang sangat dibutuhkan dalam perang.
Departemen Keuangan AS mengklaim, mereka mengekspor barang-barang untuk produksi drone, seperti baling-baling, mesin, dan sensor, ke sebuah perusahaan di Rusia.
Perusahaan yang memasok bahan peledak yang dibutuhkan Rusia untuk memproduksi bubuk mesiu, propelan roket, serta bahan lainnya, juga menjadi target departemen keuangan. Di antara produsen itu adalah dua pemasok yang berbasis di China.
“Departemen Keuangan secara konsisten memperingatkan bahwa perusahaan-perusahaan akan menghadapi konsekuensi signifikan, jika memberikan dukungan material untuk perang Rusia, dan AS hari ini menjatuhkannya kepada hampir 300 target,” kata Yellen, dikutip dari Reuters, Kamis (2/5/2024).
Sementara Deplu AS menjatuhkan sanksi terhadap empat perusahaan yang berbasis di China yang dituduh mendukung industri pertahanan Rusia, termasuk mengirim barang-barang penting ke entitas yang berada di bawah sanksi AS. Selain itu sanksi dijatuhkan terhadap perusahaan-perusahaan di Turki, Kirgistan, dan Malaysia yang dituduh melakukan pengiriman dalam jumlah besar barang-barang prioritas ke Rusia.