Tradisi Unik Rambut Bertanduk Palsu Suku Miao, Cara Mengenang Leluhur dan Percantik Diri
JAKARTA, iNews.id - Perempuan Suku Miao di China memiliki tradisi unik memakai hiasan rambut yang tak biasa. Hiasan kepala itu berasal dari nenek moyang dan dianggap dapat meningkatkan kepercayaan diri sekaligus membuat terlihat cantik.
Hiasan rambut atau sejenis wig yang dimiliki suku yang tinggal di wilayah Suojia, Liupanshui itu memiliki bentuk yang tidak biasa. Wig tersebut berbentuk tanduk.
"Menurut budaya Miao, suatu kebanggaan bagi perempuan dengan memakai wig tersebut untuk penghormatan terhadap leluhur," seperti dikutip dari Daily Mail.
Suku Miao merupakan salah satu suku yang termasuk golongan minoritas di China. Suku ini tersebar di beberapa bagian seperti Hainan, Guizhou, dan sebagainya. Konon, suku Miao masih merupakan kerabat dari suku Nanman pada era Dinasti Han.
Terkait wig tanduk palsu, perempuan Suku Miao zaman dahulu menyimpan rambut yang rontok saat disisir. Rambut Iinilah yang selanjutnya dikumpulkan dan dijalin sedemikian rupa dengan penyangga tanduk sapi atau kayu yang berbentuk sama.
Proses menyulam inilah yang melahirkan wig berbentuk tanduk sapi. Hingga akhirnya menjadi salah satu tradisi unik dunia.
Setiap wig diturunkan dari ibu ke anaknya, yang juga diwariskan dari garis nenek moyang perempuan sejak ratusan tahun lalu. Karena wig tersebut merupakan kumpulan rambut yang tidak hanya dari rambut ibunya, tetapi juga rambut nenek dan generasi sebelumnya lagi.
Wig ini dipakai oleh para gadis muda dalam acara tertentu. Di antaranya pernikahan, acara adat atau festival.
Wig tersebut dipakai sebagai bentuk penghormatan terhadap para leluhur. Bentuk yang menyerupai tanduk sapi menandakan bahwa Suku Miao menghormati sapi sebagai hewan sakral.
Berdasarkan kepercayaan Suku Miao, zaman dahulu tradisi itu dilakukan untuk menakut-nakuti binatang buas saat mereka bertani di daerah pegunungan. Hiasan kepala berbentuk tanduk itu diperkirakan memiliki berat hingga 4 kilogram.
Namun saat ini sebagian besar diganti dengan benang wol. Selain itu wig ini hanya menyimpan seikat rambut nenek moyang untuk mengenangnya.
Selain wanita, para pria Suku Miao juga turut mengenakannya sebagai hiasan kepala. Namun, lambat laun laki-laki di suku ini meninggalkannya lantaran sulit bergerak. Sementara para perempuan tetap mempertahankannya.
Meskipun masyarakat Miao kini tidak lebih dari 5.000 orang, tetapi tradisi ini tetap dilakukan. Mereka kerap mengenakan hiasan kepala pada saat Festival Tari Bunga dan perayaan Tahun Baru Imlek.
Bagi orang pada umumnya sejarah ditulis dalam buku. Namun bagi perempuan Miao, sejarah berada di atas kepala mereka.
Editor: Umaya Khusniah