Tragedi Lillehammer, saat Agen Mossad Israel Gagal Total Bunuh Pangeran Merah Palestina
Informasi Palsu Intelijen
Perburuan terhadap Salameh digencarkan. Hingga suatu saat muncul informasi intelijen buron paling dicari itu berada di Lillehammer, kota kecil di Norwegia. Informasi ini datang dari penulis dan mantan katsa (penyidik) Mossad, Victor Ostrovsky.
Satu pasukan Mossad Israel pun diterjunkan untuk menghabisi Salameh. Turut bergabung dalam misi itu Direktur Jenderal Mossad Zvi Zamir dan komandan operasi Michael Harari.
Pria yang dianggap sebagai Salameh itu Ahmed Bouchikhi. Untuk memastikan targetnya, Bouchikhi terus dibuntuti.

Suatu ketika seorang Palestina berbincang dengan Bouchikhi di kolam renang umum. Seorang perempuan agen Mossad yang menyamar jadi pengunjung turun ke kolam renang untuk menguping pembicaraan itu.
Bouchikhi terdengar bercakap-cakap menggunakan Bahasa Perancis.
Fakta lapangan itu pun semakin meyakinkan Mossad tentang sosok Ali Hassan Salameh. Dalam informasi mereka, Salameh punya kemampuan berbicara multibahasa. Lebih dari itu, foto-fotonya juga mirip.
Hari Eksekusi
Bouchikhi baru saja menonton film bersama istrinya yang sedang hamil. Malam itu, 21 Juli 1973. Turun dari bus mereka berjalan santai menuju rumah.
Mendadak datang mobil tak dikenal. Mobil itu ternyata ditumpangi empat agen Mossad. Dua orang keluar, dua lainnya tinggal di mobil.
Selanjutnya, sungguh mengerikan. Bouchikhi diberondong tembakan. Tubuhnya ambruk bersimbah darah.
Kota Lillehammer gempar. Pembunuhan ini merupakan yang pertama sejak terakhir kali terjadi 36 tahun lampau di kota sepi tersebut.
Saat polisi datang, Bouchikhi telah tewas dengan 13 lubang peluru di badannya. Penyidikan pun digelar cepat. Sejumlah agen Mossad yang belum sempat meninggalkan kota itu berhasil ditangkap.
Tragedi The Lillehammer Affair mengungkap fakta Mossad telah salah besar! Mereka keliru menembak sasaran.
Bouchikhi, pria Maroko itu jelas bukan Ali Hassan Salameh.