Trump Senyum-Senyum Dijanjikan Nominasi Nobel Perdamaian oleh Musuh Bebuyutan Hillary Clinton
WASHINGTON, iNews.id - Rivalitas politik antara Hillary Clinton dan Donald Trump kembali jadi sorotan dunia. Namun kali ini bukan soal debat sengit atau saling serang di panggung politik, melainkan tawaran mengejutkan: Hillary bersedia menominasikan Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian.
Syaratnya jelas, Trump harus mampu mendamaikan perang Rusia-Ukraina tanpa Kiev menyerahkan wilayah kepada Moskow.
“Sejujurnya, jika dia bisa mengakhiri perang ini tanpa membuat Ukraina kehilangan tanahnya, dan benar-benar memaksa Putin menarik diri, saya akan menominasikannya untuk Nobel Perdamaian,” kata Hillary, dalam sebuah podcast.
Hillary Pasang Syarat Berat
Hillary, yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri dan calon presiden Partai Demokrat, menegaskan bahwa syarat perdamaian harus mencakup gencatan senjata, penarikan penuh pasukan Rusia, serta tidak ada validasi atas klaim teritorial Putin. Menurutnya, menyerahkan wilayah Ukraina hanya akan menciptakan preseden buruk dan melegitimasi agresi Moskow.
“Kalau Trump bisa benar-benar melawan Putin—sesuatu yang belum kita lihat sebelumnya—itu akan jadi momen bersejarah,” ujarnya.
Trump Balas Santai
Alih-alih tersinggung atau membalas sinis, Trump justru menyambut tawaran itu dengan nada ringan. “Sangat baik. Saya mungkin harus mulai menyukainya lagi,” ujarnya sambil tersenyum.
Komentar itu memancing spekulasi bahwa Trump akan mencoba menggunakan isu perdamaian Ukraina sebagai senjata politik, terutama untuk meredam kritik yang kerap menudingnya terlalu dekat dengan Putin.
Musuh Lama, Kesempatan Baru
Hubungan Hillary dan Trump identik dengan permusuhan politik sejak Pilpres AS 2016. Saat itu keduanya bertarung untuk posisi tertinggi di Gedung Putih dan Trump memenangkannya.
Namun tawaran nominasi Nobel ini menambah babak baru dalam rivalitas mereka.
Banyak analis menilai, jika Trump benar-benar berhasil mendamaikan Rusia-Ukraina sesuai syarat Hillary, itu bukan hanya kemenangan diplomasi, tapi juga kejutan terbesar dalam sejarah hubungan keduanya.
“Ironisnya, musuh bebuyutan Trump justru bisa jadi pintu masuknya ke panggung Nobel Perdamaian,” tulis seorang kolumnis politik AS.
Editor: Anton Suhartono