Warga Gaza Trauma Diserang Israel Lagi: Saya Kira Perang Telah Berakhir!
GAZA, iNews.id - Warga Jalur Gaza kembali dilanda ketakutan mendalam setelah militer Israel melancarkan serangan udara baru, hanya sehari setelah mengumumkan kembali pada kesepakatan gencatan senjata. Bagi banyak warga yang sudah lelah berperang, ledakan dan sirene serangan udara itu menjadi mimpi buruk yang seakan tak pernah berakhir.
Serangan terbaru Israel terjadi Rabu malam (29/10/2025) di Beit Lahiya, Gaza Utara. Menurut Rumah Sakit Al Shifa, sedikitnya dua warga sipil tewas dalam serangan itu. Israel mengklaim target mereka adalah lokasi penyimpanan senjata yang dianggap mengancam keselamatan pasukan mereka.
Namun bagi warga Gaza, serangan tersebut hanyalah bukti bahwa gencatan senjata tak berarti apa-apa. Hanya sehari sebelumnya, pada Selasa (28/10/2025), serangan besar-besaran Israel menewaskan 104 orang, jumlah korban tewas tertinggi sejak gencatan senjata yang diprakarsai Presiden AS Donald Trump pada 10 Oktober lalu.
“Kami Kira Perang Sudah Selesai”
Bagi banyak warga Gaza, suara pesawat tempur dan bom di langit malam kembali membangkitkan trauma lama. Mereka yang baru saja mulai memperbaiki rumah dan mencari air bersih kini kembali harus bersembunyi di tempat pengungsian.
Khadija Al Husni, seorang ibu tiga anak yang mengungsi di sekolah kamp pengungsi Shati, mengaku terkejut dan ketakutan ketika mendengar ledakan.
“Ini kejahatan. Entah ada gencatan senjata atau perang, tidak mungkin keduanya. Anak-anak tidak bisa tidur. Mereka mengira perang sudah berakhir,” kata Khadija kepada Al Jazeera, dikutip Kamis (30/10/2025).
Dia menuturkan, selama beberapa hari terakhir warga mulai berani keluar rumah, mencari bahan makanan, dan berusaha melanjutkan hidup. Namun serangan Israel kembali menghancurkan harapan itu.
“Kami kira perang sudah selesai. Kami mulai bernapas kembali, tapi bom-bom itu datang lagi. Sekarang anak-anak saya ketakutan setiap mendengar suara keras,” tuturnya.
Pelanggaran Gencatan Senjata dan Trauma Kolektif
Pemerintah daerah Gaza menuduh Israel melakukan pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian gencatan senjata yang seharusnya masih berlaku. Serangan demi serangan, kata mereka, menunjukkan bahwa Israel tidak serius menghormati kesepakatan damai.
Para psikolog di Gaza memperingatkan bahwa dampak serangan berulang ini bisa menimbulkan trauma kolektif yang mendalam, terutama pada anak-anak. Banyak di antara mereka mengalami gangguan tidur, mimpi buruk, dan ketakutan berkepanjangan.
Krisis Kemanusiaan yang Tak Berhenti
Serangan terbaru juga memperparah kondisi kemanusiaan di Gaza. Ribuan keluarga masih tinggal di kamp-kamp pengungsian dengan pasokan air bersih dan makanan yang minim. Rumah sakit kewalahan menampung korban luka, sementara listrik hanya menyala beberapa jam sehari.
Dengan gencatan senjata yang terus dilanggar, warga Gaza kini tak lagi tahu kapan perang benar-benar akan berakhir.
“Kami tidak percaya lagi pada kata ‘gencatan senjata’. Setiap kali kami berharap damai, bom datang lagi,” ujar seorang pengungsi pria di Beit Hanoun.
Bagi warga Gaza, hidup di antara perang dan perdamaian yang rapuh telah menjadi rutinitas yang menyakitkan, dan setiap serangan baru hanya memperdalam luka lama yang belum sempat sembuh.
Editor: Anton Suhartono