12 Tahun Tak Naik Gaji, Hakim Ad Hoc se-Indonesia Surati Prabowo
JAKARTA, iNews.id - Hakim Ad Hoc dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi se-Indonesia menyurati Presiden Prabowo Subianto. Mereka meminta Prabowo segera merealisasikan percepatan pengesahan perubahan Peraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2013 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc yang belum berubah selama 12 tahun.
"Terhitung sudah ada lebih dari 100 orang Hakim Ad Hoc se-Indonesia yang berpartisipasi dalam pengiriman surat tersebut dan tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah," kata Dr Lufsiana, Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor yang juga mewakili Forum Solidaritas Hakim Ad Hoc (FSHA Indonesia), Selasa (3/3/2025).
FSHA juga mengingatkan mengenai janji Prabowo saat Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) Tahun 2024 di Gedung Mahkamah Agung Jakarta Pusat pada 19 Februari 2025 lalu. Ketika itu Prabowo menyebut kualitas hidup hakim harus baik.
Prabowo juga disebut prihatin saat mengetahui masih banyak hakim yang tinggal di kos-kosan.
"Faktanya memang selama ini Hakim Ad Hoc banyak yang tinggal di kos-kosan ala kadarnya, karena nilai tunjangan rumah yang ada tidak sebanding dengan harga sewa rumah atau kontrakan di masing-masing wilayah," tulis keterangan FSHA.
Diketahui, hakim di Indonesia terdiri atas dua macam yakni Hakim Karier dan Hakim Ad Hoc. Hakim Karier sudah mendapatkan peningkatan kesejahteraan melalui Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No 94 Tahun 2012 menjadi Peraturan Pemerintah (PP) No 44 Tahun 2024 yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa hari sebelum purna bakti.
Sementara Hakim Ad Hoc direkrut dari tenaga profesional berpengalaman pada bidang kekhususan yang tidak terpengaruh atas perubahan Peraturan Pemerintah tersebut. Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc diatur oleh Perpres No 5 Tahun 2013 yang sudah 12 tahun tidak berubah.
Menurut FSHA, selama Pepres 5 Tahun 2013 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc belum berubah, kualitas hidup seluruh Hakim Ad Hoc di Indonesia juga akan tetap mengalami ketimpangan. hak-hak dan fasilitas yang dimiliki oleh Hakim Ad Hoc dinilai tidak lebih baik dari hak dan fasilitas pekerja/buruh di perusahaan swasta.
Hakim Ad Hoc disebut hanya mendapatkan asuransi kesehatan dengan benefit terbatas yang tidak berlaku bagi keluarga serta tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan.
"Hal ini tentunya sangat miris. Sudah tidak dapat gaji dari negara, tunjangan sebagai sumber satu-satunya pun masih dipotong untuk pajak, belum lagi ditambah tanggungan sewa rumah dan transportasi yang masih harus nombok dari kantong pribadi," tulis FSHA.
Selain itu, hal ini kian diperparah dengan adanya efisiensi anggaran pada Mahkamah Agung (MA) yang mengancam kelangsungan tunjangan transportasi yang hanya bisa dibayarkan hingga bulan Agustus 2025.
Editor: Reza Fajri