59 Santri Ponpes Al Khoziny Masih Tertimbun, Alat Deteksi Suara Tak Temukan Tanda Kehidupan
SIDOARJO, iNews.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkap 59 santri Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo masih tertimbun reruntuhan bangunan musala ambruk.
Namun, data tersebut masih bersifat dinamis.
“Mudah-mudahan tidak sebanyak itu. Bisa saja beberapa santri ternyata berada di tempat lain dan belum melaporkan diri. Kita tetap berdoa ada keajaiban,” kata Kepala BNPB, Letjen Sunaryanto, Kamis (2/10/2025).
Upaya evakuasi puluhan santri korban musala ambruk hingga kini terus dilakukan tim SAR gabungan. Proses evakuasi kini dilakukan dengan bantuan alat berat.
Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii menjelaskan, alasan tim SAR gabungan mengalihkan operasi dari fase pencarian dan penyelamatan (search and rescue) menjadi fase evakuasi dengan alat berat.
Keputusan ini diambil setelah tiga kali dilakukan reassessment dengan peralatan canggih namun tidak ditemukan lagi tanda-tanda kehidupan di reruntuhan bangunan musala ambruk di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Menurut Syafii, reassessment pertama dilakukan pada Rabu (1/10/2025) malam pukul 23.30 WIB. Saat itu, seluruh area dievakuasi dari aktivitas non-petugas agar alat deteksi tidak menangkap sinyal yang salah. Radius tangkap alat mencapai 50 meter, sehingga keberadaan orang di sekitar lokasi bisa mengganggu hasil pencarian.
Tim SAR menggunakan beberapa metode, mulai dari hailing method (pemanggilan manual), search cam dengan jangkauan hingga 5 meter ke dalam celah beton, wall scanner yang mampu menembus dinding hingga 20 meter, serta multi-arch scanning berbasis visual dan deteksi getaran halus (seismic motion).
Meski instruksi diberikan agar korban yang mungkin masih hidup merespons dengan gerakan kecil, hasilnya nihil. Reassessment kedua dilakukan Kamis (2/10/2025) dini hari pukul 02.00 dan kembali dipastikan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Hasil pemindaian juga tetap nihil.
“Kami sudah memvalidasi berulang kali. Hasil scanning tetap nihil. Maka diputuskan beralih dari fase penyelamatan ke fase pengangkatan reruntuhan dengan alat berat,” kata Syafii.
Syafii menegaskan penggunaan alat berat dilakukan secara bertahap dan penuh kehati-hatian. Proses pengangkatan puing dilakukan blok per blok, dimulai dari yang tidak terkoneksi dengan struktur utama. Setiap blok yang diangkat kembali dipindai ulang untuk memastikan tidak ada korban yang terlewat.
“Kalau puing lebih dari 5 ton akan dilakukan proses cutting lebih dulu. Setiap kali ada perubahan struktur, scanning ulang wajib dilakukan. Ini agar evakuasi tetap akurat dan aman,” ucapnya.
Syafii menambahkan, berdasarkan pemetaan, tujuh korban teridentifikasi berada di sektor A2 di lantai dasar, tertimpa balok besar. Evakuasi mereka tidak mungkin dilakukan tanpa pengangkatan struktur atas menggunakan alat berat.